Skripsiku/ Peranan Guru PAI Dalam Memotivasi Belajar Siswa SMP Muhammadiyah Padangpanjang

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan Agama Islam merupakan hal yang sangat urgen dalam membentuk manusia yang berkepribadian kuat dan baik, serta ujung tombak dalam pembangunan moral Bangsa.[1] Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan usaha sadar dan terencana untuk menyiapkan siswa dalam menyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan. [2]
Mengingat begitu pentingnya Pendidikan Agama Islam dalam kehidupan bangsa ini, maka Pendidikan Agama Islam menepati posisi sangat strategis. Urgensi, tujuan dan posisi Pendidikan Agama Islam Dalam pencapaian tujuan pendidikan, dapat dilihat dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional :
”Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak Mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”[3]

Untuk mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam (Ihsan Al-Kamil), tentunya perlu didukung oleh setiap pelaku pendidikan. Guru sebagai pelaku pendidikan yang merupakan salah satu komponen proses pembelajaran memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kualitas pembelajaran yang dilaksanakan, sehingga tercapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Oleh karena itu, guru harus berperan aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga professional sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang.
Dalam Islam, tugas seseoarang pendidik (guru) dipandang sebagai suatu tugas yang sangat mulia. Secara sederhana tugas guru adalah mengarahkan dan membimbing peserta didiknya agar semakin meningkat pengetahuannya, semakin mahir keterampilannya dan semakin terbina dan berkembang potensinya. Salah satu tugas guru yang berdampak baik itu adalah guru yang mampu memotivasi (mendorong) para peserta didiknya untuk belajar.
Dalam hal ini Zakiyah Derajat mengatakan bahwa “ Guru PAI tidak hanya memberikan pengetahuan belaka, tetapi harus memberikan dorongan dan bimbingan yang sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran”.[4]
Sedangkan menurut Hamdayani Ihsan dan Fuad Ihsan mengemukakan bahwa “tugas dan peranan guru agama yang harus dilaksanakan adalah menyampaikan bahan pengajaran Pendidikan Agama Islam sehingga peserta didik dapat menghayati dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari”.[5] Oleh sebab itu, guru agama dituntut agar memanfaatkan perannya dalam memotivasi belajar peserta didik agar proses pembelajaran berjalan dengan baik yang dapat melahirkan peserta didik yang aktif.
Adapun tujuan pokok dan fungsi (TUPOKSI) Sebagai guru PAI yakni harus selalu mengedepankan profesionalisme dalam bertugas, selain berkewajiban mendidik dan mengajarkan kepada siswa dengan baik, kedisiplinan menjadi hal yang wajib dijalankan baik disiplin waktu Proses Belajar Mengajar  maupun terkait dengan administrasi keguruan. di samping itu, sebagai guru, diharuskan juga menjadi contoh yang baik terkait dengan penanaman perilaku yang baik kepada siswa, sebagaimana yang sering di sebut bahwa guru yaitu di gugu dan di tiru.[6]
Dari berbagai peranan di atas, terlihat bahwa guru itu adalah sebagai motivator, yaitu memberikan dorongan kepada peserta didik untuk menumbuhkan aktivitas dan kreativitas. Dengan adanya peranan ini diharapkan kegitan proses pembelajaran tidak berjalan dalam kehampaan, tetapi penuh dengan makna yang dapat menumbuhkan proses pembelajaran yang efektif dan menumbuhkan rangsangan kepada peserta didik untuk lebih efektif dan kreatif. Guru tidak hanya menyibukkan dirinya dengan kegiatan pemaksimalan penyajian isi pembelajaran saja. Yang lebih penting dari itu, guru memikirkan cara peserta didik untuk belajar, karena memang peserta didiklah sebagai subjek utama dalam belajar, Menurut Hursid:
“belajar merupakan proses yang melekat pada diri peserta didik, dan juga sangat bermakna dalam kehidupan. Untuk lebih meningkatkan makna belajar, proses tersebut harus dilandasi oleh kesadaran yang mendalam, yang meliputi kesadaran emosional, intelektual, spiritual, sosial dan budaya. Oleh karena itu, proses belajar tersebut harus ditempatkan dalam situasi yang kondusif, sehingga benar-benar mencapai sasaran dan tujuan”.[7]

Syaiful Bahri mengemukakan:
“Untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif dan kondusif itu, guru sangat dituntut berperan aktif. Guru mengajarkan dan mempengaruhi peserta didik. Posisi guru adalah mengajar dan peserta didik adalah belajar. Perpaduan dari dua unsur yang manusiawi ini lahirlah Intraksi edukatif yang memanfaatkan bahan berbagai mediumnya. Disana semua komponen pembelajaran diperankan secara optimal guna mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelum pembelajaran dilaksanakan.[8]

Kegiatan pembelajaran dimaksudkan agar tercipta kondisi yang memungkinkan terjadi belajar pada peserta didik. Menurut Slamet “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.[9]
Dari pengertian ini dapat diambil suatu pemahaman bahwa dalam suatu kegiatan pembelajaran, apabila terjadi perubahan prilaku pada diri peserta didik sebagai hasil dari suatu pengalaman. Pengalaman itu sendiri hanya mungkin diperoleh jika peserta didik itu dengan keaktifannya sendiri berinteraksi dengan lingkungannya.
Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan, karena motivasi berfungsi memberikan semangat dan mengaktifkan peserta didik agar tetap berminat dan siaga, Memusatkan perhatian peserta didik pada tugas-tugas tertentu yang berhubungan dengan pencapaian belajar, Membantu memenuhi kebutuhan akan hasil jangka pendek dan hasil jangka panjang.
Dari pendapat di atas bahwa motivasi sangat berfungsi dalam proses pembelajaran. Walaupun motivasi belajar sebaiknya ditimbulkan dari dalam diri peserta didik itu sendiri, tapi hal itu tidak mudah dan tidak selalu dapat timbul. Oleh karena itu, guru dituntut untuk mampu membangkitkan motivasi peserta didik dalam belajar. Cepat atau lambatnya peserta didik dalam memahami materi pembelajaran salah satunya tergantung pada guru dalam memberikan motivasi. Maka disinilah letak pentingnya motivasi dalam proses pembelajaran.
Di dalam kegiatan pembelajaran peranan motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Motivasi bagi peserta didik dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif. Dalam hal ini sebagaimana dikemukan oleh Ahmad bahwa “motivasi seseorang individu untuk belajar sangat berpengaruh dalam proses aktivitas belajar itu sendiri”.[10]
Dalam Pendidikan Agama Islam, motivasi belajar penting bagi peserta didik sebagai salah satu faktor untuk pendorong berperan aktif dalam proses pembelajaran dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan. Motivasi belajar penting bagi setiap peserta didik karena dengan itu akan mendorongnya bekerja keras agar memperoleh hasil belajar yang baik.
Dalam belajar ada motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi ini perlu dioptimalkan agar peserta didik lebih bergairah dan aktif dalam belajarnya. Dalam pengertian yang demikian, maka antara motivasi belajar dengan hasil belajar peserta didik ada berkaitan dan berhubungan yang sebab akibat.
Apabila diperhatikan ayat-ayat dan hadist, banyak sekali terdapat yang mengandung pengertian motivasi belajar dengan bentuk beragam. Ada yang berbentuk janji, ancaman dan perumpamaan. Diantaranya adalah dalam surat Az-Zumar ayat 9 yaitu :




Artinya : “(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.[11]

Menurut Quraish Shihab bahwa “Orang yang memiliki pengetahuan tidak sama dengan orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan, asalkan pengetahuannya itu adalah bermanfaat dan ia menyesuaikan diri dan amalnya dengan pengetahuannya itu”.[12]
Dengan pengertian ini berarti Allah sangat menganjurkan umat Islam untuk memiliki motivasi belajar yang tinggi agar memperoleh ilmu pengetahuan yang banyak. Motivasi belajar akan menggerakkan dan mengarahkan usaha dalam menuntut ilmu. Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam pembelajaran di sekolah yaitu memberi angka, hadiah, saingan atau kompetisi, Ego-Involvement, memberikan ulangan, mengetahui hasil, pujian, hukuman, hasrat untuk belajar, minat dan tujuan yang diakui.
Berkaitan dengan hal ini, guru dalam memberikan motivasi belajar peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran Agama Islam telah terlaksana namun belum sepenuhnya terealisasikan, hal tersebut berdasarkan observasi awal, diantaranya memberi angka, memberikan hukuman, memberikan ulangan, mengetahui hasil belajar peserta didik. Indikatornya dapat dilihat dari keadaan peserta didik yang kurang memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh guru, mengerjakan tugas mata pelajaran yang lain saat pembelajaran berlangsung dan kurangnya motivasi para peserta didik dalam mengikuti program Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA) yang telah diadakan oleh guru PAI yang merupakan program wajib bagi seluruh peserta didik. Ini dilihat dari absen kehadiran peserta didik.
Berdasarkan fenomena di atas perlu adanya peranan dari berbagai pihak khususnya guru PAI untuk menberikan motivasi kepada peserta didik agar pelajaran agama Islam dapat dijadikan sebagai pelajaran yang diminati dan disenangi oleh peserta didik.
Berpijak dari persoalan di atas, maka penulis berminat untuk melakukan penelitian lebih jauh tentang bagaimana guru PAI dalam memotivasi belajar siswa SMP Muhammadiyah Padangpanjang, yang akan dituliskan dalam bentuk sebuah karya penelitian dengan judul :
“Peranan Guru PAI dalam Memotivasi Belajar Siswa SMP Muhammadiyah Padangpanjang”.

B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka yang menjadi identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:
1.      Peranan Siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
2.      Peranan guru dalam memotivasi belajar siswa.
3.      Peranan sekolah dalam bentuk sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam memotivasi belajar siswa.
C.    Batasan Masalah.
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas, supaya jangan terjadi kesimpangsiuran dalam penelitian ini maka yang menjadi batasan masalah adalah:
a.       Inisiatif guru Pendidikan Agama Islam dalam memotivasi belajar siswa SMP Muhammadiyah Padangpanjang.
b.      Dampak motivasi guru Pendidikan Agama terhadap perilaku belajar siswa SMP Muhammadiyah Padangpanjang.
c.       Kendala-kendala yang dihadapi guru Pendidikan Agama Islam dalam memotivasi belajar siswa Muhammadiyah Padangpanjang
D.    Rumusan Masalah.
Berdasarkan dari batasan masalah di atas, penulis merumuskan masalah yang akan diteliti sebagai berikut :
a.       Bagaimana inisiatif guru Pendidikan Agama Islam dalam memotivasi belajar siswa SMP Muhammadiyah Padangpanjang.
b.      Bagaimana dampak motivasi guru Pendidikan Agama terhadap perilaku belajar siswa SMP Muhammadiyah Padangpanjang.
c.       Bagaimana kendala-kendala yang dihadapi guru Pendidikan Agama Islam dalam memotivasi belajar siswa Muhammadiyah Padangpanjang
E.     Tujuan dan Kegunaan Penelitian.
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1.      Inisiatif guru PAI dalam memotivasi belajar agama Islam siswa SMP Muhammadiyah Padangpanjang.
2.      Dampak motivasi guru PAI terhadap belajar siswa SMP Muhammadiyah Padangpanjang.
3.      Kendala-kendala yang dihadapi guru PAI dalam memotivasi belajar siswa SMP Muhammadiyah Padangpanjang.
Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk menambah wawasan bagi penulis sebagai calon guru PAI dalam memotivasi belajar Agama Islam siswa di sekolah.
2.      Sebagai bahan masukan bagi guru-guru PAI dan unsur-unsur terkait dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
3.      Tambahan literatur kepustakaan Unuversitas Muhammadiyah Sumatera Barat Padangpanjang umumnya dan khususnya fakultas Agama Islam.
F.     Penjelasan Judul.
Untuk menyatukan persepsi antara pembaca dengan penulis dalam memahami judul penelitian ini, berikut penulis akan menjelaskan beberapa istilah yang berkaitan dengan judul penelitian ini yaitu :
Peranan Guru PAI        : Peranan berarti “ tindakan yang dilakukan oleh seseorang” sementara guru PAI adalah guru yang mengajar mata pelajaran agama. Yang penulis maksud peranan guru PAI adalah tindakan atau usaha yang dilakukan guru agama dalam memotivasi belajar siswa pada mata pelajaran Agama Islam di SMP Muhammadiyah Padangnpanjang.
Memotivasi                   :    Memberikan motivasi, menciptakan suasana yang subur untuk lahirnya motif.
Belajar                          :    Belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, prilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar. [13] Jadi aktivitas belajar yang penulis maksud adalah keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran mata pelajaran agama Islam di SMP Muhammadiyah Padangpanjang.
Jadi yang dimaksud dengan judul di atas adalah peranan guru PAI dalam memotivasi aktivitas belajar pada mata pelajaran Agama Islam siswa SMP Muhammadiyah Padangpanjang.
G.    Sistematika Penulisan.
Agar laporan penelitian ini sistematis, maka penulis mengungkapkan kerangka penulisan sebagai berikut :
BAB I    :  Berisikan pendahuluan, merupakan suatu mata rantai untuk memasuki pembahasan masalah dalam penelitian ini, dalam bab ini penulis menjelaskan Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Penjelasan Judul, dan Sistematika Penulisan.
       BAB II : Dalam bab ini penulis akan menjelaskan tentang motivasi dan aktivitas dalam pembelajaran : Pengertian Motivasi, Macam-macam Motivasi, Fungsi Motivasi dalam Belajar, Perlunya aktivitas dalam belajar, Aktivitas belajar siswa. Dan peranan guru PAI dalam dalam memotivasi aktivitas belajar siswa : Pengertian guru PAI, Tugas dan Tanggung Jawab guru PAI, Peranan guru PAI dalam memotivasi aktivitas belajar.
      BAB III    : Menjelaskan Tentang Metodologi Penelitian.
      BAB IV :  Memuat bahasan tentang inisiatif guru PAI dalam memotivasi belajar siswa SMP Muhammadiyah Padangpanjang, Dampak Motivasi guru PAI terhadap Belajar Siswa, dan Kendala-kendala yang dihadapi guru PAI dalam memotivasi aktivitas belajar siswa SMP Muahammadiyah Padangpanjang.
      BAB V   : Merupakan bab penutup yang berisikan Kesimpulan dan Saran.





BAB II
LANDASAN TEORITIS

A.    Motivasi Belajar.
1.      Pengertian Motivasi dan Macam-macam Motivasi
a.      Pengertian motivasi
Istilah motivasi sebenarnya banyak dipakai dalam berbagai bidang dan situasi. Tapi dalam uraian ini akan lebih diarahkan pada bidang pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran.
Motivasi merupakan istilah yang lebih umum digunakan untuk menggantikan tema “motif-motif yang dalam bahasa inggris disebut dengan motive berasal dari kata motion, yang berarti gerakan atau sesuatu yang bergerak”.[14]
 Dalam kamus besar bahasa Indonesia, motivasi diartikan yaitu
“pertama, dorongan yang timbul dari diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Kedua, usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu bergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya”.[15]

Nasution berpendapat, “bahwa dalam bahasa sehari-hari motivasi dinyatakan dengan hasrat, keinginan, maksud, tekad, kamauan, dorongan, kebutuhan, kehendak, cita-cita-cita, keharusan, kesediaan, dan sebagainya.”[16]
Dari pengertian di atas terlihat bahwa motivasi dugunakan untuk menjelaskan suatu dorongan, kebutuhan atau keinginan untuk melakukan sesuatu dalam mencapai tujuan motivasi adalah pendorong seseorang untuk berbuat sesuatu untuk mencapai suatu tujuan. Dalam pengertian ini motivasi merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keefektifan pembelajaran. Dengan kata lain peserta didik akan belajar lebih sungguh-sungguh apabila dia mempunyai motivasi yang tinggi.
Menurut istilah, motivasi dirumuskan oleh para ahli, antara lain sebagai berikut :
a.       S. Nasution mengemukakan motivasi adalah “ menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga peserta didik mau malakukan apa yang dapat dilakukannya”.[17]
b.      Moh. Uzer Usman mendefenisikan motivasi adalah “suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu”.[18]
c.       Cilder dalam Ramayulis mendefenisikan motivasi sebagai “hasrat, keinginan dan minat yang timbul dari seseorang dan langsung ditunjukkan kepada suatu objek”.[19]
d.      M.C.Donald  dalam Oemar Hamalik merumuskan motivasi adalah “suatu perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan”.[20]
e.       Sardiman A.M menyatakan motivasi adalah “ seabagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri seseorang yang menimbulkan kegiatan belajar yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai”.[21]
Dari beberapa pengertian motivasi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas terlihat bahwa apa yang dikemukakan pada intinya adalah sama, walaupun dalam redaksinya berbeda. Yaitu suatu pendorong mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk aktivitas, untuk mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan para ahli yang telah dikemukakan di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak (hasrat, keiginan, maksud, kemauan, kebutuhan dan lain-lain) yang terdapat dalam diri seseorang atau siswa yang dapat mendorong dan mengarahkan sisawa tersebut dalam kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki dapat tercapai.
Motivasi akan timbul jika ada suatu yang akan dicapai. Semakin jelas tujuan yang diharapkan maka semakin menyebabkan adanya perubahan tenaga yang ada dalam diri dan menjadi aktif pada saat tertentu, terutama jika kebutuhan untuk mencapai tujuan yang sangat mendesak. Motivasi juga dapat dikatakan serangkaian usaha menyediakan kondisi-kondisi tertentu sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatu. Dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau menyalahkan perasaan tidak suka itu.
Jika dihubungkan dengan pengertian motivasi bagi faktor yang menyebabkan seseorang memulai dan melaksanakan aktivitas dengan baik dan penuh ketekunan, maka Islam juga mengisyaratkan agar umatnya dalam melaksanakan aktivitas adalah penuh tanggung jawab, termasuk dalam proses belajar. Hal ini terlihat dalam Al-Qu’an surat Al-Zalzalah ayat 7-8 yaitu :

Artinya :   “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.(7) Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula”.(8)[22]
Ayat di atas mengisyaratkan kepada umat dalam hal melaksanakan aktivitas dengan penuh hati-hati dan tanggung jawab. Sekaligus mendorong (memotivasi) umat untuk selalu berbuat atau beraktivitas yang baik. Karena setiap aktivitas yang baik akan dibalas dengan kebaikan dan aktivitas yang buruk akan dibalas dengan keburukan atau siksaan.
b.      Macam-macam motivasi.
Abrahamm Maslaow dalam Purwanto membagi motivasi berdasarkan dari segi kebutuhan manusia ada 5 tingkat kebutuhan pokok manusia yang dijadikan kunci mempelajari motivasi, yaitu :
a.       Kebutuhan fisiologi.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar, yang bersifat primer dan vital, yang menyangkaut fungsi-fungsi biologis dasar dari organisme manusia, seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan, kebutuhan fisik, kebutuhan seks, dan sebagainya.
b.      Kebutuhan bisa aman dan perlidungan, seperti terjamin keamanannya, terlindung dari bahaya dan ancaman penyakit, perang, kemiskinan, kelaparan, perlakuan tidak adil dan sebagainya.
c.       Kebutuhan sosial, yang meliputi antara lain kebutuhan akan dicintai, diperhidupkan sebagai pribadi, diakui sebagai anggota kelompok,rasa setia kawan dan kerja sama.
d.      Kebutuhan akan penghargaan, termasuk kebutuhan akan dihargai karena prestasi, kemampuan, kedudukan, atau status, pangkat adan sebagainya.
e.       Kebutuhan akan aktualisasi diri, seperti antara lain kebutuhan mempertinggi potensi- potensi yang dimiliki, pengembangan diri secara maksimum, kreativitas dan ekspresi diri.[23]

Selanjutunya menurut Zakiyah Daradjat, “motivasi dibagi menjadi 2 jenis yaitu motivasi dalam diri (intrinsik) dan motivasi luar diri (Ekstrinsik)”.[24]
Dari berbagai bentuk motivasi sebelumnya, bentuk motivasi intrinsik dan ekstrinsik adalah yang paling umum dan banyak dikaji dalam dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran.
a)      Motivasi intrinsik.
Sudarsono mendefinisikan “motivasi intrinsik adalah dorongan dari dalam, tindakan atau perbuatan yang didasari oleh pendorongan atau kemauan yang ditanggung dari dalam diri sendiri”.[25] Kemudian Poerwanto mendefenisikan “motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri siswa itu sendiri.”[26] Jenis motivasi  ini timbul sebagai akibat dari dalam individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan dari orang lain, tetapi atas kemauan sendiri. Peserta didik belajar karena dipandang bermakna (dapat bermanfaat bagi dirinya). Tujuan yang ingin dicapai terletak dalam perbuatan belajar itu sendiri (menambah pengetahuan, keterampilan dan sebagainya).
Motivasi intrinsik itu bila tujuannya sesuai dengan situasi belajar dan bertemu dengan kebutuhan dan tujuan peserta didik untuk menguasai nilai-nilai yang terkandung di dalam pelajaran itu. Peserta didik termotivasi untuk belajar semata-mata untuk menguasai nilai-nilai yang terkadung dalam bahan pelajaran, bukan karena keinginan lain seperti ingin mendapat nilai yang tinggi atau hadiah.
Bila seseorang memiliki motivasi intrinsik dalam dirinya, maka ia secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi di luar dirinya. Dalam aktivitas belajar motivasi intrinsik sanagat diperlukan, terutama belajar sendiri. Seseorang yang tidak memiliki motivasi intrinsik  sulit sekali melakukan aktivitas belajar terus-menerus. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik selalu ingin maju dalam belajar. Keinginan itu di latar belakangi oleh pemikiran yang positif, bahwa mata pelajaran yang dipelajari sekarang akan dibtuhkan dan sangat berguna sekarang dan untuk masa akan mendatang.
Motivasi intrinsik muncul karena perserta didik membutuhkan sesuatu dari apa dari apa yang dipelajarinya. Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan seseorang memunculkan kesadaran untuk melakukan aktivitas belajar. Dalam hal ini menurut Akyas Azhari bahwa yang menimbulkan motivasi intrinsik adalah sebagai berikut :
1)      “Adanya kebutuhan”.
2)      “Adanya pengetahuan tentang kemajuannya sendiri”.
3)      “Adanya cita-cita (aspirasi)”.[27]
Peserta didik yang mempunya motivasi intrinsik cenderung akan menjadi orang yang terdidik, yang berpngetahuan, yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu. Games belajar adalah aktivitas yang takpernah sepi dari keiatan peserta didik yang mempunyai motivasi intrinsik dalam rangka meraih ilmu pengetahuan. Belajar bias dikonotasikan dengan membaca. Membaca adalah pintu gerbang manuju kelautan ilmu pengetahuan. Sebagaimana dijelaskan Allah dalam ayat peratama yang diturunkan yaitu surat Al-Alaq ayat 1-5 yaitu :

Artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.[28]

Perintah untuk membaca pada ayat di atas adalah suatu kalimat nyata yang menunjukkan bahwa manusia disuruh mempelajari semua pengetahuan yang ada di alam ini, baginya untuk belajar. Selain itu agama juga memberikan penghargaan yang tinngi kepada orang-orang yang berilmu.
b)      Motivasi Ekstirnsik.
Motivasi ekstrinsik adalah dorongan dari luar , tindakan atau perbuatan yang didasar oleh dorongan-dorongan yang bersumber dari luar pribadi seseorang (lingkungan), melakukan sesuatu karena ada paksaan dari luar.[29] Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan atau paksaaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia melakukan sesuatu atau balajar.
Motivasi ekstrinsik adalah merupakan motivasi belajar karena hendak mencapai tujuan yang terletak bukan berarti motivasi yang tidak diperlukan dan tidak baik dalam pendidikan. Motivasi ekstrinsik diperlukan agar peserta didik mau belajar. Berbagai macam biasa dilakukan agar termotivasi untuk belajar. Guru yang berhasil mengajar adalah guru yang pandai membangkitkan minat perserta didik dalam belajar, dengan memanfaatkan motivasi ekstrinsik dalam berbagai bentuknya yaitu :
1)      Memberi angka.
2)      Hadiah.
3)      Kompetisi.
4)      Ego Involvement.
5)      Memberi ulangan.
6)      Mengetahui hasil.
7)      Pujian.
8)      Hukuman.
9)      Hasrat untuk belajar.
10)  Minat.[30]

Dengan adanya cara-cara yang menimbulkan motivasi, ekstrinsik diatas diharapkan para guru biasa memanfaatkan beberapa cara tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi peserta didik. Sebagaimana yang dikatakan oleh Basyaruddin Usman bahwa guru harus megetahui dan memahami secara pasti kapan dan bilkah sebaiknya motivasi tersebut tepat diberikan dengan kata lain motivasi yang bagaimanakah yang cocok diterapkan kepada peserta didik.
Dalam proses pembelajaran peranan motivasi intrinsik maupun ekstrinsik sangat diperlukan, karena keduanya sama-sama berfungsi sebagai pendorong manusia untuk berprilaku sempurna berdasarkan nilai religius agama Islam, sebagai penentu arah perbuatan manusia dan sebagai penentu apa yang harus dikerjakan oleh mausia itu sendiri.
Dalam Al-Qur’an bentuk motivasi itu sangat banyak bentuknya. Baik berupa janji, ancaman, kisah-kisah atau perintah dan ajakan untuk berfikir. Diantaranya surat Al-Baqarah ayat81-82 yaitu :




Artinya : “(Bukan demikian), yang benar: Barangsiapa berbuat dosa dan ia telah diliputi oleh dosanya, mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya”.

Dari ayat di atas menurut tafsir Al-maraqhi bahwa:
“orang yang diliputi oleh noda dan dosa yang menjadi dia budak syahwatnya, maka mereka berhak mendapat neraka jahannam. Sebaliknya barang siapa yang melaksanakan kewajiban dengan baik dan berhenti dari melakukan maksiat, maka adalah orang-orang mendapatkan imbalan yaitu menempati surga sebagai balasan yang setimpal atas amal mereka yang ikhlas terhadap Allah SWT. Baik secara lahiriah maupun batiniyah”. [31]
Dari jabaran di atas dapat dipahami bahwa dengan adanya ancaman dan janji Allah yang terdapat dalam ayat tersebut yaitu berupa neraka jahannam bagi oarang yang diperbudak oleh syahwatnya dan surga bagi orang yang beramal secara ikhlas, maka dengan sendirinya akan menjadi motivasi bagi umat dalam rangka berbuat dan beraktivitasnsesuai dengan yang diridhoi oleh Allah SWT. Dalam hal ini tentunya termasuk aktivitas belajar.
2.      Fungsi Motivasi Belajar.
Motivasi merupakan salah satu faktor yang turut menetukan keefektifan pembelajaran. Motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu. Peserta didik akan belajar dengan sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Dengan kata lain seorang peserta didik akan belajar dengan dengan sungguh apabila memiliki motivasi belajar peserta didik sehingga mencapai tujuan belajar.
Motivasi belajar adalah penting dalam melakukankegiatan belajar. Motivasi merupakan pendorong yang dapat melahirkan kegiatan bagi peserta didik. Peserta didik yang memiliki motivasi belajaryang kuat akan bersemangat untuk menyelesaikan suatu kegiatan. Sebaliknya peserta didik yang kurang mempunyai minat terhadap suatu mata pelajaran menjadi pangkal penyebab peserta didik tidak tertarik untuk melakukan suatu aktivitas belajar. Dengan demikian guru harus mampu menimbulkan gairah belajar peserta didik dengan menggunakan motivasi ekstrinsik, sehingga dengan bantuan tersebut peserta didik bisa keluar dari kesulitan belajar dialaminya.
Dengan demikian motivasi merupakan faktor yang sangat penting dalam belajar karena:
a.       Motivasi memberi semangat seorang pelajar belajar dalam kegiatan-kegiatan belajarnya.
b.      Motivasi-motivasi perbuatan sebagai pemilih dari tipe-tipe kegiatan-kegiatan dimana seseorang berkeinginan untuk melakukannya.
c.       Motivasi memberi petunjuk pada tingkah laku.
Kemudian jabaran yang agak berbeda Djamarah membuat fungsi motivasi sebagai berikut :
a.       Motivasi sebagai pendorong perbuatan.
b.      Motivasi sebagai penggerak perbuatan.
c.       Motivasi sebagai pengarah perbuatan.[32]
Untuk mengetahui seberapa besar motivasi anak-anak belajar, berikut ini adalah ciri-ciri anak yang memiliki motivasi atau dimensi motivasi:
a.       Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak berhenti sebelum selesai)
b.      Ulet menghadapi kesulitan(tidak lekas putus asa)
c.       Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi
d.      Ingin mendalami bahan/bidang pengetahuan yang diberikan
e.       Selalu berusaha berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasinya)
f.       Menunjukkan minat rehadap macam-macam masalah ‘orang dewasa’
g.      Senang dan rajin belajar, penuh semangat, cepat bosan dengan tugas-tugas rutin
h.      Dapat mempertahankan pendapat-pendapatnya
i.        Mengejar tujuan-tujuan jangka panjang
j.        Senang mencari dan memecahkan soal-soal
Ciri-ciri anak-anak yang mempunyai motivasi belajar bisa dilihat dalam kegiatan sehari-hari ketika sedang belajar antara lain bergairah, senang, ceria, siap memerima pelajaran baru, tantangan-tantangan, suka pengerjakan soal, melakukan percobaan, penelitian mampu berargumentasi, dapat bekerjasama, berinteraksi dengan lingkungannya.
Dari berbagai fungsi tersebut dapat dipahami bahwamotivasi mempunyai arti yang sangat penting bagi peserta didik yakni sebagai pendorong timbulnya aktivitas, sebagai pengarah, sebagai penggerak dansebagai penyeleksi untuk melakukan suatu pekerjaan. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan melahirkan hasilyang baik. Dalam pengertian yang demikian berarti motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi peserta didik.
Guru bertanggung jawab dalam pelaksanaan pembelajaran agar berhasil dengan baik. Keberhasilan ini tentu tergantung pada upaya guru dalam membengkitkan motivasi belajar peserta didiknya. Untuk dapat membangkitkan motivasi peserta didik diperlukan keahlian, maka seorang guru harus terusbelajaragar dapat membengkitkan motivasi dengan cara dan waktu serta kondisi yang tepat.
Secara garis besar, motivasi mengandung nilai-nilai sebagai berikut:
1)      Motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya kegiatan belajar siswa, belajar tanpa motivasi sulit untuk mencapai keberhasilan secara optimal.
2)      Pembelajaran yang bermotivasi pada hakikatnya adalah pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, dorongan, motif, minat yang ada pada diri siswa. Pembelajaran tersebut sesuai dengan   dengan tuntutan demograsi dalam pendidikan.
3)      Pembelajaran yang bermotivasi menuntut keaktivitas dan imajinasi guru untuk berupaya secara sungguh-sungguh mencari cara yang relevan dan serasi guna membangkitkan dan memelihara motivasi belajar peserta didik. Guru hendaknya berupaya agar para siswa memiliki motivasi sendiri (self motivasi) yang baik.
4)      Berhasil atau tidaknya dalam membangkitkan dan mendayagunakan motivasi dalam proses pembelajaran berkaitan dengan upaya pembinaan disiplin kelas. Masalah disiplin kelas dapat timbul karena kegagalan dalam penggeraka motivasi belajar.
5)      Penggunaan asas motivasi merupakan suatu yang esensial dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan bagian integral dari pada prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran. Motivasi menjadi salah satu faktor-faktor yang turut menentukan pembelajaran yang efektif. 
Dalam upaya membelajarkan peserta didik, guru dituntut memiliki multiperan  sehingga mampu menciptakan kondisi belajar mengajar efektif.[33] Salah satu peranannya adalah sebagai motivator. Motivasi penting bagi peserta didik karena dengan motivasi seseorang akan terdorong untuk melakukan suatu aktivitas atau kegiatan. Dalam hal ini menurut Oemar bahwa fungsi motivasi adalah :
1.      Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan.
2.      Motivasi berfungsi sebagai pengarah artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan  yang diinginkan.
3.      Motivasi berfungsi sebagai penggerak artinya menggerakkan tingkah laku seseorang.
3.      Teori-Teori Motivasi
Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan.
Motivasi dapat berupa motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi yang bersifat intinsik adalah manakala sifat pekerjaan itu sendiri yang membuat seorang termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status ataupun uang atau bisa juga dikatakan seorang melakukan hobinya. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah manakala elemen-elemen diluar pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang membuat seorang termotivasi seperti status ataupun kompensasi.
Banyak teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli yang dimaksudkan untuk memberikan uraian yang menuju pada apa sebenarnya manusia dan manusia akan dapat menjadi seperti apa. Landy dan Becker membuat pengelompokan pendekatan teori motivasi ini menjadi 5 kategori yaitu teori kebutuhan, teori penguatan, teori keadilan, teori harapan, teori penetapan sasaran.
a.      Teori Motivasi Abraham Maslow
Abraham Maslow mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks, yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting.
Aktualisasi diri
penghargaan
sosial
keamanan
Fisiologis





Gambar 1: Teori Motivasi Abraham Moslow

·         Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)
·         Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
·         Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki)
·         Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan)
·         Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya), Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut akan mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat yang anggotanya masih harus bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan rasa aman.
b.      Teori Motivasi Herzberg
Menurut Herzberg, ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktorhigiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, (faktor intrinsik).
c.       Teori Motivasi Douglas Mcgregor
Mengemukakan dua pandangan manusia yaitu teori X (negatif) dan teori Y (positif), Menurut teori x empat pengandaian yag dipegang manajer:
1.      Karyawan secara interen tertanam dalam dirinya tidak menyukai kerja
2.      Karyawan tidak menyukai kerja mereka harus diawasi atau di ancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
3.      Karyawan akan menghindari tanggung jawab.
4.      Kebanyakan karyawan menaruh keamanan diatas semua faktor yang dikaitkan dengan kerja.
Kontras dengan pandangan negatif ini mengenai kodrat manusia ada empat teori Y :
1.      Karyawan dapat memandang kerjasama dengan sewajarnya seperti istirahat dan bermain.
2.      Orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka komit pada sasaran.
3.      Rata rata orang akan menerima tanggung jawab.
4.      Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif.
d.      Teori Motivasi Vroom
Teori dari Vroom tentang cognitive theory of motivation menjelaskan mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Menurut Vroom, tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:
1.      Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas
2.      Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome tertentu).
3.      Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral, atau negatif.Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapanMotivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari yang diharapkan
e.       Achievement TheoryTeori achievement Mc Clelland
yang dikemukakan oleh Mc Clelland, menyatakan bahwa ada tiga hal penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu:
1.      Need for achievement (kebutuhan akan prestasi)
2.      Need for afiliation (kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama dengan soscialneed-nya Maslow)
3.      Need for Power (dorongan untuk mengatur)
f.       Clayton Alderfer ERG
Clayton Alderfer mengetengahkan teori motivasi ERG yang didasarkan pada kebutuhan manusia akan keberadaan (exsistence), hubungan (relatedness), dan pertumbuhan (growth). Teori ini sedikit berbeda dengan teori maslow. Disini Alfeder mngemukakan bahwa jika kebutuhan yang lebih tinggi tidak atau belum dapat dipenuhi maka manusia akan kembali pada gerakk yang fleksibel dari pemenuhan kebutuhan dari waktu kewaktu dan dari situasi ke situasi.
4.      Dampak motivasi terhadap belajar
Untuk dapat terlaksananya suatu kegiatan, pertama-tama adalah harus ada dorongan untuk melaksanakan kegiatan itu. Dengan kata lain, untuk dapat melakukan sesuatu harus ada motivasi. Begitu juga keadaannya dalam proses belajar atau pendidikan. Peserta didik harus mempunyai motivasi untuk mengikuti kegiatan belajar atau pendidikan yang sedang berlangsung. Hanya apabila mempunyai motivasi yang kuat, peserta didik akan mewujudkan minatnya, aktivitasnya, dan partisipasinya dalam mengikuti kegiatan belajar atau pendidikan yang sedang dilaksanakan.
Dalam kegiatan pendidikan, dua aspek motivasi harus dimiliki oleh peserta didik, yaitu motivasi internal dan motivasi eksternal. Adanya motivasi internal (motivasi interisik) berarti peserta didik menyadari bahwa kegiatan pendidikan yang sedang diikutinya bermanfaat baginya karena sejalan dengan kebutuhan dirinya.
Karena itu di dalam perilaku belajar terdapat motivasi belajar, baik yang bersifat instrinsik maupun yang bersifat ekstrinsik. Penguatan motivasi-motivasi belajar tersebut berada ditangan para guru atau pendidik dan anggota masyarakat yang lain. Motivasi ekstrinsik merupakan dorongan perilaku seseorang yang berada diluar perbuatan yang dilakukannya. Sedangkan motivasi instrinsik merupakan dorongan yang terjadi pada saat siswa menyadari pentingnya belajar, dan ia belajar sungguh-sungguh tanpa paksaan orang lain.
Menurut Dimyati ada empat hal yang mempengaruhi motivasi dalam belajar yakni antara lain :
a.       Cita-cita atau aspirasi siswa
Motivasi belajar tampak dalam keinginan seseorang sejak kecil, seperti keinginan belajar makan, berjalan dan sebagainya, keinginan berhasilnya keinginan tersebut menumbuhkan kemauan bergiat untuk selanjutnya menjadi rangsangan cita-cita di masa depannya. Tumbuhnya cita-cita yang dibarengi dengan perkembangan akal, moral, kemauan, bahasa, perkembangan kepribadian dan nilai-nilai kehidupan. Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar baik intern maupun ekstern, sebab terciptanya cita-cita akan mewujudkan motivasi diri.
b.      Kemampuan siswa
Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan mencapainya keinginan tersebut, seperti membaca misalnya. Dalam rangka mewujudkan keinginannya untuk membaca, seseorang harus diperkenalkan kepada jenis hurup hurp dan seperangkat tata eja abjadnya.
c.       Kondisi siswa.
Kondisi kesehatan jasmani dan rohani seorang siswa akan mempengaruhi tingkat keinginan untuk melakukan sesuatu, seperti dalam kondisi sakit, seorang siswa akan malas belajar, dan sebaliknya ketika seorang siswa dalam keadaan sehat, maka keinginan untuk belajar dan melakukannya terlihat cukup tinggi.
d.      Kondisi lingkungan siswa.
Kondisi lingkungan yang ada di sekeliling siswa sangat berpengaruh besar terhadap munculnya motivasi, baik lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan tempat dimana is bersosialisasi.
Pandangan di atas sangat menekankan bahwa kompetensi dan kondisi yang ada dalam diri siswa selain faktor yang timbul dari luar diri siswa itu sendiri, ternyata dalam proses belajar sangat memerlukan dukungan lain berupan harapan atau bahkan tujuan yang hendak dicapai dari prbuatan belajar yang dilakukan agar benar-benar menghasilkan berbagai aspek dan indikator yang sesuai atau yang diinginkan dari perbuatan belajarnya selama perbuatan atau kegiatan belajar itu mengarah pada perubahan-perubahan peribadi siswa secara positif.[34]

B.     Peranan Guru Pendidikan Agama Islam dalam Memotivasi Belajar Siswa.
1)      Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam.
Pendidikan merupakan salah satu faktor urgen-urgen dan juga penentu dalam pendidikan karena pendidik mempunyai tanggung jawab yang besar dalam pembentukan watak, perangai, tingkah laku dan kepribdian peserta didik. sedangkan menurut istilah yang lazim dipergunakan bagi pendidik adalah guru. Guru sering diidentifikasi kepada pengertian pendidik. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sardiman A.M, bahwa “guru memang pendidik, sebab dalam pekerjaannya ia tidak hanya mengajar seseorang agar tahu beberapa hal, tetapi guru juga melatih beberapa Keterampilan dan terutama sikap mental peserta didik”.[35]
Kedua istilah tersebut (pendidik dan guru) mempunyai kesesuaian, artinya perbedaannya adalah istilah guru yang sering kali dipakai di lingkungan pendidikan formal, sedangkan pendidik dipakai di lingkungan formal, non formal dan maupun informal. Untuk mengetahui pengertian guru, penulis akan mengemukakan pendapat dari para ahli pendidikan, di antaranya:
a.       Menurut Basyiruddin Usman, “guru adalah seoarang yang bertindak sebagai pengelola kegiatan belajar, fasilitas belajar mengajar dan peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif”.[36]
b.      Menurut A.Muri Yusuf, berpendapat yaitu:
“individu yang mampu melaksanakan tindakan dalam situasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Individu yang mampu tersebut adalah orang dewasa yang bertanggung jawab, orang yang sehat jasmani dan rohani dan individu yang mampu berdiri sendii, serta mampu menerima resiko dari segala perbuatannya”.[37]

c.       Menurut M. Ngalin Puewanto dalam bukunya pendidikan teoritis dan praktis mengemukakan bahwa “ guru adalah semua orang yang telah memberikan suau ilmu tertentu atau kepandaian kepada seseorang/sekelompok orang”.[38]
Dari berbagai pengertian di atas dapat dipahami bahwa guru/pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab, sehat jasmani dan rohani sehingga anak mampu hidup mandiri dan bertanggung jawab. Pemberi pertolongan bukan berarti bahwa peserta didik makhluk yang lemah tanpa memiliki potensi, hanya saja potensi tersebut mencapai tingkat optimal, karena itulah perlunya bimbingan dari guru.
Dalam pasal 39 Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa “yang dimaksud dengan pendidikan atau guru adalah tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, sehingga melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik diperguruan tinggi”.[39]
Dari pengertian ini terlihat bahwa pengertian pendidik lebih dititik beratkan kepada tugas pendidik yang harus dilaksanakan secara operasional dalam pembelajaran dan menilai hasil pembelajran. Selain itu pendidik juga bertugas membimbing dan melatih peserta didik menjadi orang yang berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa serta melakukan penelitian dan pengabdian terhadap masyarakat.
Posisi ini menyebabkan mengapa Islam menempatkan orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan lebih tinggi derajatnya bila dibandingkan dengan manusia lainnya. [40] Hal ini terdapat dalam firman Allah SWT dalam surat Al-Mujadalah ayat 11 yaitu :



Artinya :

”Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujadalah ayat 11)

Bedasarkan berbagai pendidik atau guru di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidik atau guru adalah orang dewasa yang bertanggung jawab untuk mendidik, melatih, membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan jasmani maupun rohani pesera didik secara optimal. Dengan tujuan agar peserta didik mampu menjalankan tugas-tugasnya di masa datang, baik sebagai makhluk tuhan, makhluk individu maupun makhluk sosial.
Menurut Sadirman, guru tidak semata-mata sebagai pengajar transfer knowledge, tetapi juga sebagai pendidik yang transfer of value dan sekaligus sebagai pembimbing yang memberi pengaruh dan menuntun siswanya dalam belajar.[41] Sehubungan dengan fungsinya sebagai pengajar pendidik dan pembimbing, maka diperlukan adanya berbagai peran pada diri guru. Peranan guru ini akan senantiasa diharapkan menciptakan kondisi pembelajaran yang efektif sehingga dapat mengembangkan kreatifitas peserta didik. Adapun peranan guru adalah Imformator, Organisisator, Motivator, Pengarah atau Diraktor, Fasilitator, Inisiator, dan Evaluator.
Setelah penulis mengemukakan pengertian guru secara umum, maka selanjutnya penulis akan mengemukakan pengertian guru pendidikan agama Islam dapat diartikan guru yang mengajar mata pelajaran Agama.[42] Menurut Ahmad dan Marimba bahwa pendidik Islam/ guru Pendidikan Agama Islam adalah orang yang bertanggung jawab mengarahkan dan membimbing anak didik berdasarkan hukum-hukum agama Islam.[43]
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa guru Pendidikan Agama Islam adalah orang dewasa yang memiliki kemampuan agama secara baik dan diberi wewenang untuk mengajarkan bidang studi agama untuk dapat mengarahkan, membimbing dan mendidik peserta didik berdasarkan hukum-hukum Islam untuk mencapai kebahgiaan hidup di dunia maupun di akhirat.
2)      Tugas dan tanggung jawab guru Pendidikan Agama Islam.
Kemuliaan dan ketinggian derajat guru yang diberikan oleh Allah disebabkan mereka mengajar ilmu kepada orang lain. Secara umum dapat dikatakan tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh guru adalah mengajak orang lain berbuat baik. Tugas tersebut identik dengan dakwah Islamiyah yang juga bertujuan mengajak umat Islam untuk berbuat baik. Di dalam Al-Qu’an surat Ali Imran ayat 104, Allah berfirman yaitu :


Artinya :    Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung”.

Professional seorang guru juga dapat dikatakan sebagai penolong orang lain, karena menyampaika hal-hal yang baik sesuai dengan ajaran Islam. Dengan demikian akan tertolonglah orang lain dalam memahami ajaran Islam. Hal yang sama sebagaimana diungkapkan oleh Ahmad Mustafa Al-Maraghi “Orang yang diajak bicara dalam hal ini adalah umat yang menjgajak kepada kebaikan, yang mempunyai dua tugas yaitu menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat mungkar”.[44] Hal yang sama tedapat dalam tafsir al-Azhar, menerangkan bahwa “suatu umat yang menyediakan dirinya untuk mengajak atau menyeru manusia berbuat kebaikan, menyuruh berbuat yang ma’ruf yaitu yang patut, pantas, sopan dan mencegah dari yang mungkar”.[45]
Berdasarkan ayat dan tafsir di atas dapat dipahami bahwa dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya guru berkewajiban membantu perkembangan anak menuju dewasa yang sesuai dengan ajaran Agama Islam, apalagi di dalam tujuan pendidikan terkandung unsur tujuan yang agamis yaitu agar terbentuk manusia yang beiman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
Agama datang menuntun manusia dan memperkenalkan mana yang ma’ruf dan mana yang mungkar, oleh karena itu hendaklah guru Pendidikan Agama Islam menggerakkan siswa kepada yang ma’ruf dan yang menjauhi yang mungkar, supaya peserta didik bertambah tinggi nilainya baik disisi manusia maupun dihadapan Allah.
Bila diperhatikan secara lebih jauh, tugas dan tanggung jawab yang mestinya dilaksanakan oleh guru yang telah dijelaskan pada firman Allah di atas intinya adalah mengajak manusia melaksnakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Hal ini menunjukkan adanya kesamaan tugas yang dilaksanakan guru pendidikan agama Islam dengan mubalig/da’i yaitu sama-sama mengajak kepada kebaikan. Perbedaannya adalah guru pendidikan agama Islam melaksanakan tugasnya melalui jalur pendidikan sekolah (formal), sedangkan mubalig/da’i melaksanakan tugasnya melalui jalur luar sekolah (non-formal).
Dengan demikian bahwa tugas dan tanggung jawab guru terutama guru pendidikan Agama Islam adalah menyampaikan ajaran Allah dan Sunnah Rasul sesuai dengan Sabda Rasulullah yang berbunyi:
ﻮﻋﻦﻋﺑﺩﺍﷲﺑﻦﺍﻟﻌﺎﺺﺮﺽﺍﷲﻋﻧﻪﺃﺍﻟﻧﺑﻲﺻﻟﻰﺍﷲﻋﻟﻳﻪﻭﺴﻟﻡﻗﺎﻝ:ﺑﻟﻐﻭﺍﻋﻧﻲﻭﻟﻭﺁﻳﺔ…
(ﺭﻭﺍﻩﺍﻟﺑﺧﺎﺭﻯ)
Artinya:
“Dan Abdullah bin Amru bi Ash ra. Dia berkata : bersabda Nabi SAW: sampaikanlah ajaranku walaupun satu ayat”….(HR.Bukhari).

Berdasarkan hadist di atas dapat dipahami bahwa tugas dan tanggung jawab yang dilaksankaan oleh orang yang mengetahui termasuk pendidik (Guru adalah meyampaikan apa yang diketahuinya ilmu) kepada yang tidak mengetahui).
Guru merupakan pemimpin di dalam kelas yang mengatur siswa, alat-alat perlengkapan serta pemimpin pendidikan dalam melaksanakan proses belajar mengajar, guru harus dapat mempertanggung jawabkan terhadap Allah kepemimpinannya sebagaimana yang terdapat dalam hadist yang berbunyi :
ﺣﺩﻳﺙﻋﺑﺩﺍﷲﺑﻥﻋﻣﺭﺭﺽﺍﷲﻋﻧﻬﻤﺎﻋﻥﺍﻟﻧﺑﻲﺻﻟﻰﺍﷲﻋﻟﻳﻪﻭﺳﻟﻡﻗﺎﻝ׃ﻛﻟﻛﻡﺭﺍﻉﻭﻛﻟﻛﻡ
ﻣﺳﺅﻭﻝﻋﻥﺭﻋﻳﺗﻪ……(ﺭﻭﺍﻩﻟﺑﺧﺎﺭ)

Artinya:
“Hadist Abdullah bin Umar ra. Bahwa sesungguhnya Rasulullah  SAW bersabda : setiap kamu adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya”….  (HR.Bukhari)”.


Berdasarkan hadist di atas dapat dipahami bahwa tanggung jawab dalam Islam bersifat perorangan dan sosial sekaligus. Pada pendidikan formal (sekolah) guru adalah pemimpin di dalam kelas yang bertanggung  jawab tidak hanya terhadap perbuatannya, tetapi juga terhadap perbuatan orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya yaitu peserta didik.
Apabila dilihat dari rincian tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh guru terutama guru pendidikan agama Islam, M. Athiyah Al-Abrasyi yang mengutip pendapat Imam Ghazali mengemukakan bahwa:
a.       Seorang guru harus memiliki rasa kasih sayang terhadap murid-muridnya dan memperlakukan merekaseperti terhadap anak sendiri.
b.      Tidak mengharapkan balas jasa maupun terima kasih, tetapi dengan mengajar itu bermaksud mencai kerihdoan Allah SWT dan mendekatkan diri kepada-Nya.
c.       Memberikan nasehat kepada murid pada tiap kesempatan.
d.      Mencegah murid dari suatu akhlak yang tidak baik.
e.       Memperhatikan tingkat akal pikiran dan berbicara dengan mereka menurut kadar akalnya.
f.       Jangan menimbulkan rasa benci pada diri murid-murid mengenai suatu cabang ilmu yang lain.
g.      Memebrikan pelajaran yangjelas dan pantas sesuai denga kemampuan yang dimilikinya dan jangan berlainan antara perkataan dan perbuatannya.
Tugas dan tanggung jawab guru sebagaimana yang dikemukakan di atas menunjukkan tugas dan tanggung jawab yang mesti dilaksanakan ketika seorang guru melaksanakan proses pembelajaran. Dengan kata lain, ketika berlangsungnya interaksi belajar mengajar terhadap tugas terendiri yang mesti dilaksanakan oleh guru di luar materi pelajaran, sebagaimana tugas dan tanggung jawab di atas.
Ahmad Tafsir membagi tugas yang dilaksanakan oleh guru adalah :
a.       Wajib mengemukakan pembawaan yang ada pada anak engan berbagai cara seperti observasi, wawancara, melalui pergaulan, angket dan sebagainya.
b.      Berusaha menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang baik dan menekankan pembawaan yang buruk agar tidak berkembang.
c.       Memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai keahlian, keterampilan agar anak didik memilikinya dengan cepat.
d.      Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah perkembangan anak didik berjalan dengan baik.
e.       Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala anak didik menemui kesulitan dalam mengembangkan potensinya.[46]

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas diketahui tugas dan tanggung jawab guru bukan hanya megajarkan atau menyampaikan kewajiban dalam hal materi pembelajaran saja kepada peserta didik, akan tetapi juga membimbing mereka secara keseluruhan sehingga terbentuk kepribadiaan muslim. Sehubungan dengan hal itu Zainal Abidin juga menegaskan bahwa “tugas dan tanggung jawab utama harus dilaksanakan oleh guru terutama guru pendidikan Agama Islam adalah membimbing dan mengajarkan seluruh perkembangan kepribadian anak didik pada ajaran Islam”.[47]
Nur Uhbayati juga mengemukakan tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh pendidik (guru) anatara lain :
a.       Membimbing anak didik kepada jalan yang sesuai dengan ajaran agama Islam.
b.      Menciptakan situasi keagamaan yaitu suatu keadaan dimana tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan hasil yang memuaskan sesuai dengan tuntutan Ajaran Islam.[48]

Samsul Nizar mengungkapkan, “mendidik merupakan rangkaian mengajar, member dorongan, memuji, mengukum, member contoh dan membiasakan”.[49]
Dengan demikian tugas pendidik bukan hanya sekedar mengajar, disamping itu juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses pembelajaran, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat terakualisasi secara baik dan dinamis.
Dari jabaran di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa tugas guru dalam pendidikan agama Islam adalah membimbing dan mengenal kebutuhan/kesanggupan peserta didik, menciptakan situasi yang kondusif bagi berlangsungnya proses pendidikan, menambah dan mengembangkan ilmu yang dimilliki guna ditranfomasikan kepada peserta didik, dan membentuk peserta didik menjadi manusia yang berakhlak mulia.
3)      Peranan Guru Pendidikan Agama Islam dalam memotivasi Belajar.
Salah satu faktor yang paling menentukan dalam proses pembelajaran di kelas adalah guru, tugas guru yang paling utama adalah mengajar dan mendidik. Sehingga pengajar (guru) adalah perantara aktif (medium) antara peserta didik dengan ilmu pengetahuan.[50] Sebagai pendidik, guru harus mampu menempatkan dirinya sebagai pengarah dan pembina pengembangan bakat dan kemampuan peserta didik ke arah titik maksimal yang dapat mereka capai. Sasaran tugas guru sebagai pendidik tidak hanya terbatas pada pencerdasan otak (inteligasi) saja, melainkan juga berusaha membentuk seluruh pribadi peserta didik menjadi manusia dewasa yang berkemampuan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan mengembangkannya untuk kesejahteraan hidup umat manusia. Kemampuan tersebut berkembang menurut sistem nilai-nilai yang dijiwai oleh norma-norma agama serta prikemanusiaan.[51] Dengan demikian kegiatan mendidik lebih luas dari arel kegiatan mengajar. Walaupun begitu tujuannya adalah tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga professional.
Adanya pandangan di atas menurut suatu konsekuensi kepada guru untuk meningkatkan peranannya dalam proses pembelajaran. Peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa, sesama guru, maupun dengan staf yang lain. Peranan guru dalam proses pembelajarn megandung banyak hal yaitu :
a.      Inspirator.
b.      Informator.
c.       Organisator.
d.      Motivator.
e.        Inisiator.
f.        Fasilitator.
g.      Pembimbing.
h.      Demonstrator.
i.        Pengelola kelas.
j.        Mediator.
k.       Supervisor.
l.        Evaluator.[52]

Dari peranan di atas terlihat bahwa motivasi merupakan salah satu peranan yang harus dimiliki oleh seorang guru (pendidik). Karena motivasi adalah tenaga pendorong/penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah tujuan tertentu. Peserta didik akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Dengan kata lain seorang peserta didik akan belajar dengan baik apabila ada faktor pendorongnya (motivasi). Dalam kaitan ini, guru dituntut memiliki kemampuan membangkitkan motivasi belajar peserta didik, sehingga dapat mencapai tujuan belajar. Dalam hal ini peranan guru dalam upaya memotivasi peserta didik belajar menurut Nana Syaudik Sukmadinata sebagaimana yang dikutip oleh Nursyamsi antara lain adalah : Menjelaskan manfaat dan tujuan dari pembelajaran yang diberikan.
a.       Memiliki bahan pembelajaran yang betul-betul dibutuhkan peserta didik.
b.      Memilih cara penyajian yang bervariasi.
c.       Memberikan sasaran dan kegiatan yang jelas.
d.      Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk sukses.
e.       Berikan kemudahan dan bantuan dalam belajar.
f.       Berikan pujian, ganjaran atau hadiah.
g.      Penghargaan terhadap pribadi anak.
Dalam rangka upaya memotivasi belajar peserta didik Mulyasa mengatakan ada beberapa prinsip yang dapat diterapkan diantaranya :
a.       Peserta didik akan belajar lebih giat apabila topic yang dipelajarinya menarik dan bergna bagi dirinya.
b.      Tujuan pembelajaran harus disusun dengan jelas dan diimformasikan kepada peserta didik sehingga mereka mengetahui tujuan belajar. Peserta didik juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut.
c.       Peserta didik harus selalu diberi tahu tentang hasil belajarnya.
d.      Manfaatkansikap-sikap dan rasa ingin tahu peserta didik.
e.       Usahakan untuk memperhatikan perbedaan individual peserta didik, misalnya perbedaan kemampuan, latar belakangdan sikap terhadap sekolah atau subjek tertentu.
f.        Usahakan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik, dengan jalan memperhatikan kondisi fisiknya, memberikan rasa aman, menunjukkan bahwa guru memperhatikan merea, mengatur pengalaman belajar kearah keberhasilan, sehingga mencapai prestasi dan mempunyai kepercayaan diri.[53]

Lebih lanjut H.M Arifin menjelaskan bahwa prinsip-prinsip metodologis yang dijadikan landasan psikologis yang mempelancar proses pendidikan Islam yang sejalan dengan ajaran Islam adalah :
a.       Prinsip memberikan suasana kegembiraan.
b.      Prinsip memberikan layanan dan santunan dengan lemah lembut.
c.       Prinsip prasyarat.
d.      Prinsip kebermaknaan bagi peserta didik.
e.       Prinsip komunikasi terbuka.
f.       Prinsip pemberian pengetahuan yang baru.
g.      Prinsip membrikan modal prilaku yang baik.
h.      Prinsip praktek (pengalaman) secara aktif.
i.        Prinsip-prinsip lainnya : prinsip kasih sayang, dan prinsip bimbingan dan penyuluhan terhadap peserta didik dengan cara pemeliharaan dan dan peningkatan aktivitas belajar peserta didik.[54]

Menurut De Decce dan Grawford dalam Syaiful Bahri[55] ada 4 fungsi guru sebagai pengajar yang berhubungan dengan cara pemeliharaan dan peningkatan motivasi belajar peserta didik yaitu :
1.      Menggairahkan peserta didik.
Dalam kegiatan guru harus berusaha menghindari hal-hal yang menoton dan membosankan. Guru harus memelihara minat peserta didik dalam belajar yaitu dengan memberikan kebebasan tertentu. Bagi peserta didik menurut cara dan kemampuannya sendiri. Untuk dapat meningkatkan kegairahan peserta didik, guru harus mempuyai pengetahuan yang cukup mengenai awal setiap peserta didiknya.
2.      Memberikan harapan realistis.
Guru perlu memiliki pengetahuan yang cukup mengenai keberhasilan atau kegagalan akademis setiap peserta didik dimasa lalu. Dengan demikian guru dapat membedakan antara harapan-harapan yang realistis, pesimitis, atau terlalu optimis. Bila pesreta didik terlalu banyak mengalami kegagalan, maka guru harus memberikan sebanyak mmungkin keberhasilan pada peserta didik. harapan yang diberikan tentu saja terjangkau dan dengan pertimbangan yang matang.harapan yang tidak realistis adalah kebohongan dan itu yangtidak disenangi olehpeserta didik.
3.      Memberikan inisiatif.
Bila peserta didik mengalami keberhasilan, guru diharapkan memberikan hadiah bisa berupa pujian, angka yang baik dan sebagainya atas keberhasilannya, sehingga peserta didik tedorong untuk melakukan usaha lebih lanjut untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.
4.      Mengarahkan prilaku peserta didik.
Mengarahkan peserta didik adalah tugas guru. Disini kepada guru dutuntut untuk memberikan respon terhadap peserta didik yang terlibat langsung dalam kegiatan belajar di kelas. Peserta didik yang diam yang membuat keributan dan sebagainya harus diberikan teguran secara arif dan bijaksana. Cara mengarahkan prilaku peserta didik dapat berupa penugasan, bergerak mendekati, memberikan hukuman yang mendidik, menegur dengan sikap lemah lembut dan dengan perkataan yang ramah dan baik.
Demikianlah upya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, namun motivasi merupakan karakteristik internal individu yang tidak dapat diajarkan sebagai suatu konsep atau suatu keterampilan. Untuk itu tidak ada resep umum untuk meningkatkan motivasi belajar, karena terlalu banyak keragaman dan karakteristik siswa. Suatu hal yang harus diupayakan secara maksimal oleh guru adalah menjadikan kegiatan belajar sebagai suatu yang menarik dan menghibur dalam pandangan peserta didik, disamping manfaat dan nilai pengetahuan.
4)      Inisiatif  Guru PAI dalam Memotivasi Belajar
Kegiatan untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa bukanlah hal mudah untuk dilakukan. Rendahnya kepedulian orang tua dan guru, merupakan salah satu penyebab sulitnya menumbuhkan motivasi belajar anak.. Fakta yang terjadi selama ini menunjukan bahwa  ketika ada permasalahan tentang rendahnya motivasi belajar siswa, guru dan orang tua terkesan tidak mau peduli terhadap hal itu, guru membiarkan siswa malas belajar dan orang tua pun tidak peduli dengan kondisi belajar anak. Maka untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa orang tua dan guru perlu mengetahui penyebab rendahnya motivasi belajar siswa dan factor-faktor yang mempengaruhinya.
Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya motivasi belajar siswa diantaranya  adalah sebagai berikut:
a)      Metode mengajar guru. Metode dan cara-cara mengajar guru yang monoton dan  tidak menyenangkan akan mempengaruhi motivasi belajar siswa
b)      Tujuan kurikulum dan pengajaran yang tidak jelas
c)      Tidak adanya relevansi kurikulum dengan kebutuhan dan minat siswa
d)     Latar belakang ekonomi dan sosial budaya siswa
Sebagian besar siswa yang berekonomi lemah tidak mempunyai motivasi yang kuat untuk belajar dan melanjutkan pendidikan  ke jenjang yang lebih tinggi. Contohnya siswa yang berasal dari pesisir pantai misalnya lebih memilih langsung bekerja melaut dari pada bersekolah.
e)      Kemajuan teknologi dan informasi. Siswa hanya memanfaatkan produk teknologi dan informasi untuk memuaskan kebutuhan kesenangan saja.
f)       Merasa kurang mampu terhadap mata pelajaran tertentu, seperti matematika, dan bahasa inggris
g)      Masalah pribadi siswa baik dengan orang tua, teman maupun dengan lingkungan sekitarnya.
 Raymond dan Judith dalam mengungkapkan ada empat pengaruh utama dalam motivasi belajar seorang anak yaitu
a)      Budaya. Masing-masing kelompok atau etnis telah menetapkan dan menyatakan secara tidak langsung nilai-nilai yang berkenaan  dengan pengetahuan baik dalam pengertian akademis maupun tradisional. Nilai-nilai itu terungkap melalui pengaruh agama, undang-undang politik untuk pendidikan serta melalui harapan-harapan orang tua yang berkenaan dengan persiapan anak-anak mereka dalam hubungannya dengan sekolah. Hal–hal ini akan mempengaruhi motivasi belajar anak.
b)      Keluarga. Berdasarkan penelitian orang tua memberi pengaruh utama dalam memotivasi belajar seorang anak. Pengaruh mereka terhadap perkembangan motivasi belajar anak-anak memeberi pengaruh yang sangat kuat dalam setiap perkembangannya dan akan terus berlanjut sampai habis masa SMA dan sesudahnya.
c)      Sekolah. Ketika sampai pada motivasi belajar, para gurulah yang membuat sebuah perbedaan. Dalam banyak hal mereka tidak sekuat seperti orang tua. Tetapi mereka bisa membuat kehidupan sekolah mnjadi menyenangkan atau menarik. Dan kita bisa mengingat seorang guru yang memenuhi ruang kelas dengan kegembiraan dan harapan serta membukakan pintu-pintu kita untuk menemukan pengetahuan yang mengagumkan.
d)     Diri anak itu sendiri
Murid-murid yang mempunyai kemungkinan paling besar untuk belajar dengan serius, belajar dengan baik dan masih bisa menikmati belajar, memiliki perilaku dan karakter pintar, berkualitas, mempunyai identitas, bisa mengatur diri sendiri sudah pasti  mempengaruhi motivasi belajarnya.
Dilihat dari peranannya, maka orang tua dan guru paling berpengaruh dalam rangka memotivasi belajar siswa.Kerja sama antara kedua komponen ini akan menghasilkan kekuatan luar biasa yang bisa menumbuhkan motivasi belajar anak. Untuk menghasilkan kolaborasi dalam rangka mencapai tujuan  yang baik maka pola kerja sama antara ke duanya harus dirancang sedemikian rupa. Kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh orang tua dan guru harus teridentifikasi dengan jelas. Karena dengan memahami kekuatan dan kelemahan guru dan orang tua akan dapat membuat rancangan yang tepat untuk menumbuhkan motivasi anak.
Salah satu ciri-ciri guru yang bisa memotivasi adalah antusiasme, mereka peduli dan paham dengan apa yang diajarkannya dan mengkomunikasikannya dengan murid bahwa apa yang sedang mereka pelajari itu penting. Ia memberikan teladan yang dapat menjadi inspirasi bagi siswanya.
Ciri-ciri guru yang berkualitas dan bisa memotivasi siswa adalah guru yang melakukan hal-hal sebagai berikut :
a)      Menjadi manajer yang baik yang mampu merencanakan,mengelola, mengorganisasikan serta mengevaluasi kelasnya, murid-murid akan merasa  aman dan nyaman bersamanya
b)      fasilitator yang memperlakukan semua siswa mendapatkan kesempatan untuk belajar dan bertanggungjawab
c)      Memberikan pengaruh arus balik yang bersifat korektif
d)     Memberikan test-tes yang adil, penilaian yang bersifat informative
e)      Membantu murid-murid untuk menyadari bahwa mereka sedang tumbuh dalam persaingan dan keunggulan.[56]












BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

1.      Jenis Penelitian.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Reseach) yang dilakukan di SMP Muhammadiyah Padangpanjang dengan menggunakan metode destriptif yaitu menggambarkan hal-hal yang diteliti sebagaimana adanya. Sebagaimana dikemukakan Handani bahwa “Metode deskriptif kuantitatif yaitu suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya”.[57] Artinya penulisan penelitian ini hanya menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari objek yang diteliti.
2.      Populasi dan Sampel.
a.      Popolasi
Adapun yang dimaksud dengan populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang berfungsi sebagai sumber data.[58] Maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah, Seluruh guru PAI yang berjumlah 3 orang dan siswa sekolah SMP Muhammadiyah Padangpanjang, yakni Siswa kelas 2 dan kelas 3 yang berjumlah 148 orang. Sementara siswa kelas 1 tidak penulis ambil untuk dijadikan populasi karena mereka baru dalam tahap pengenalan terhadap sekolah, untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel berikut ini :
Tabel  1.1
Populasi

No
Populasi
Jumlah
1
Kepala Sekolah
1 Orang
2
Guru Agama
3 Orang
3
Siswa/Kelas 2
77 Orang
4
Siswa/Kelas 3
67 Orang
Jumlah
148 Orang
Sumber data: Ketua tata Usaha Sekolah SMP Muhammadiyah Padangpanjang.
b.      Sampel.
Mengingat banyaknya jumlah populasi dalam penelitian ini, maka penulis menganggap perlu ditetapkan sampel yang akan mewakili populasi dalam penitian ini. Untuk pengambilan sampel penulis pedoman kepada pendapat Suharsimi bahwa “apabila populasi kurang dari 100 maka semuanya dijadikan sampel, apabila populasinya lebih besar untuk sampelnya dapat diambil 10 sampai 15% atau 20 sampai 25%”.[59] 
Berdasarkan pendapat di atas, penulis mengambil sampel untuk Kepala Sekolah 100% (1 Orang), guru agama sebesar 100% (2 orang) dari populasi yang ada (Total Sampling), total sampling adalah penelitian yang menggunakan seluruh anggota populasi, apabila anggota populasi relatif kecil. [60] Sedangkan untuk siswa penulis mengambil sampel sebesar 10% dari jumlah populasi (147 orang), dari kelas 2 10% (77 orang) dan dari kelas 3 10% (67 orang). Teknik penarikan atau pengambilan sampel yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah secara “Random Sampling” (secara acak). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :


Tabel 1.2
Sampel

No
Kelas
Frekwensi
Teknik
1
Kepala Sekolah
1 orang
Total Sampling
2
Guru Agama
3 orang
Total Sampling
3
Siswa/Kelas II
77 orang
Random Sampling
4
Siswa/Kelas III
67 orang
Random Sampling
Jumlah
148 orang


3.      Teknik Pengumpulan Data.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan :
a.       Angket yaitu salah satu alat pengukur yang berbentuk kumpulan pertanyaan.[61] Dalam hal ini penulis memberikan angket kepada siswa SMP Muhammadiyah Padangpanjang yang bertujuan untuk mendapatkan data tentang objek yang diteliti.
b.      Wawancara yaitu mengadakan komunikasi secara langsung tetapi permasalahan yang dibahas dengan sumber data. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah dan Guru PAI, untuk mengetahui inisiatif guru PAI dalam memotivasi belajar siswa dan kendala-kendala yang dihadapi guru PAI dalam memotivasi belajar siswa SMP Muhammadiyah Padangpanjang.
4.      Teknik Analisis Data.
Data yang diperoleh dari hasil penelitian tersebut diolah melalui tahapan sebagai berikut :
a.       Seleksi Data, yaitu melakukan penyeleksian dan pemeriksaan terhadap data yang telah dikumpulkan, kemudian di edit dan diberikan tanda agar tidak terjadi kekeliruan.
b.      Klasifikasi Data, yaitu data yang telah terkumpul dikelompokkan sesuai dengan aspek masalah.
c.       Tabulasi, yaitu data yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan masalah, kemudian dimasukkan ke dalam tabel, untuk kemudian dilakukan perhitungan frekuensi.
d.      Pengolahan data, dalam pengolahan data penulis menggunakan kualifikasi dari data kuantitatif.
e.       Interprestasi dan analisis data.
Data yang sudah diolah kemudian diinterprestasikan dan dianalisis lalu di tarik kesimpulan dengan memakai rumus sebagai berikut :
P =  F/N  x 100%

P  = Persentase.
F  = Frekuensi.
N = Jumlah Responden.[62]
Adapun data yang didapat dalam wawancara, ditranskrip dalam tulisan. Kemudian diolah secara kuantitatif, yaitu dengan menganalisa pendapat-pendapat dan kemudian baru ditarik kesimpulan.






BAB IV
HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini akan dibahas tentang hasil penelitian berupa usaha Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Memotivasi Aktivitas Belajar Siswa, dampak motivasi terhadap aktivitas belajar siswa, dan kendala-kendala yang dihadapi guru Pendidikan Agama Islam dalam memotivasi aktivitas belajar siswa SMP Muhammadiyah Padangpanjang.
A.    Inisiatif Guru dalam Memotivasi Belajar Siswa.
Tabel 2.1
Inisiatif guru Pendidikan Agama Islam dalam memotivasi belajar siswa
No
Aspek Masalah
Alternatif
F
%
1.
Memberitahukan tujuan yang akan dicapai kepada siswa
a.Selalu
b.Sering
c.Kadang-kadang
d.Tidak pernah
26
28
24
4
32
34
29
5

Jumlah
82
100
2.
Melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran
a.Selalu
b.Sering
c.Kadang-kadang
d.Tidak pernah
21
32
27
2
26
29
33
2

Jumlah
82
100
3.
Memberikan kesempatan kepada siswa menurut cara dan tingkat kemampuan masing-masing
a.Selalu
b.Sering
c.Kadang-kadang
d.Tidak pernah
13
12
51
6
16
15
62
7

Jumlah
82
100
4.
Menggunakan media dalam proses pembelajaran
a.Selalu
b.Sering
c.Kadang-kadang
d.Tidak pernah
5
8
27
42
6
10
33
51

Jumlah
82
100
5.
Pemberian tugas kepada siswa dalam proses pembelajaran
a.Selalu
b.Sering
c.Kadang-kadang
d.Tidak pernah
6
25
50
1
7
31
61
1

Jumlah
82
100
6.
Bentuk-bentuk tugas yang diberikan
a.Membuat makalah
b.Meringkas buku
c.Menghafal ayat-ayat
d.Mengisi latihan
0
25
10
47
0
31
12
57

Jumlah
82
100
7.
Yang dilakukan guru PAI terhadap tugas siswa
a.Diperiksa dan menilai
b.Diperiksa saja
c.Diberi sangsi bagi yang tidak membuat dan menghafal
61
15
6
75
18
7

Jumlah
82
100
8.
Memberikan pujian kepada siswa ketika mengeluarkan pendapat tentang pelajaran yang disampaikan
a.selalu
b.sering
c.kadang-kadang
c.tidak pernah
11
15
44
12
13
18
54
15

Jumlah
82
100
9.
Memberikan pujian kepada siswa ketika bisa menjawab pertanyaan
a.selalu
b.sering
c.kadang-kadang
c.tidak pernah
10
18
42
12
12
22
51
15

Jumlah
82
100
10.
Pemberian ulangan dalam proses pembelajaran
a.selalu
b.sering
c.kadang-kadang
c.tidak pernah
23
22
34
3
28
27
41
4

Jumlah
82
100
11.
Bentuk ulangan yang diberikan
a.lisan
b.tulisan
16
66
20
80

Jumlah
82
100
12.
Memberitahu hasil ulangan kepada siswa
a.selalu
b.sering
c.kadang-kadang
c.tidak pernah
35
11
26
10
43
13
32
12

Jumlah
82
100
13.
Yang diberikan guru PAI ketika siswa dapat nilai baik
a.memberikan dorongan
b.memberikan pujian
c.memberikan hadiah
d.biasa saja
18
12
0
52
22
15
0
63

Jumlah
82
100
14.
Yang dilakukan guru PAI terhadap siswa yang tidak mendengarkan pejelasan guru
a.memberikan teguran
b.memberikan hukuman
c.dibiarkan saja
76
0
6
93
0
7

Jumlah
82
100
15.
Tindakan yang dilakukan guru PAI terhadap siswa yang jarang masuk
a.memberikan teguran
b.memberikan hukuman
c.memanggil orang tua
d.biasa saja
62
9
9
2
76
11
11
2

Jumlah
82
100
16.
Menoton dalam proses pembelajaran
a.selalu
b.sering
c.kadang-kadang
c.tidak pernah
4
8
37
33
5
10
45
40

Jumlah
82
100
17.
Menjelaskan pelajaran dengan menghubungkan pada contoh kehidupan sehari-hari
a.selalu
b.seiring
c.kadang-kadang
c.tidak pernah
52
25
5
0
64
30
6
0
Jumlah
82
100

Interprestasi Data.
Tabel di atas menjelaskan tentang inisiatif guru Pendidikan Agama Islam dalam memotovasi aktivitas belajar Agama Islam siswa SMP Muhammadiyah Padangpanjang. Item 1 menjelaskan tentang memberitahukan tujuan pembelajaran yang akan dicapai kepada siswa. Dari 82 orang responden, sebanyak 32% menjawab bahwa guru selalu memberitahukan tujuan pembelajaran yang akan dicapai kepada siswa, 34% menjawab  bahwa guru sering memberitahukan tujuan pembelajaran yang akan dicapai kepada siswa, 29% menjawab bahwa guru kadang-kadang memberitahukan tujuan pembelajaran yang akan dicapai kepada siswa, dan 5% menjawab bahwa guru tidak pernah memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa.
Dari interprestasi di atas dapat dipahami bahwa sebagian besar responden mengatakan bahwa guru sering memberitahukan tujuan pembelajaran yang akan dicapai kepada siswa, dan sedikit sekali respon yang menjawab bahwa guru tidak memberitahukan tujuan pembelajaran yang akan dicapai kepada siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menurut pendapat sebagian kecil siswa, guru pernah tidak memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa. Sementara mengetahui tujuan pembelajaran sangat penting, karena dengan mengetahui tujuan pembelajaran, seseorang akan terdorong untuk mencapainya.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah seorang guru Pendidikan Agama Islam mengungkapkan bahwa “yang bapak lakukan adalah memberitahukan kepada siswa tentang manfaat mempelajari materi yang akan disimpulkan dan ditambah dengan menceritakan pengalaman-pengalaman Bapak yang berkaitan dengan materi, yang dimaksud untuk lebih mendorong siswa lebih giat belajar”.[63]
Item 2 menjelaskan tentang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Dari 82 responden, sebanyak 26% menjelaskan guru Pendidikan Agama Islam selalu melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran,     29 % menjelaskan guru Pendidikan Agama Islam sering melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran 33% menjelaskan guru Pendidikan Agama Islam kadang-kadang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran, dan 4% menjelaskan guru Pendidikan Agama Islam tidak pernah melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa sebagian besar guru Pendidikan Agama Islam sering melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran, dan sedikit sekali responden menjelaskan guru tidak pernah melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Ini mengindikasikan bahwa guru Pendidikan Agama Islam telah berusaha untuk memotivasi aktivitas belajar siswa melalui pelibatan siswa secara aktif. Hal ini didukung oleh hasil wawancara penulis dengan guru Pendidikan Agama Islam yang mengatakan bahwa :
“Dalam hal melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran Ibu fikir sesuatu keharusan. Yang biasa Ibu lakukan dalam mengaktifkan siswa yang kurang memperhatikan (meribut) adalah dengan  mengajukan pertanyaan kepada siswa yang besangkutan, dan biasanya tidak dapat menjawabnya, sehingga menjadi beban emosi buat dia yang menuntut untuk selalu memperhatikan penjelasan yang diberikan”.[64]

Kemudian item 3 menjelaskan tentang guru Pendidikan Agama Islam memberikan kesempatan kepada siswa menurut cara dan tingkat kemampuan masing-masing. Sebanyak 16% yang terdapat guru Pendidikan Agama Islam memberikan kesempatan kepada siswa menurut cara dan tingkat kemampuan masing-masing, 15% yang berpendapat guru Pendidikan Agama Islam sering memberikan kesempatan kepada siswa menurut cara dan tingkat kemampuan masing-masing, 62% yang berpendapat bahwa guru Pendidikan Agama Islam kadang-kadang memberikan kesempatan masing-masing, dan 7% yang berpendapat guru Pendidikan Agama Islam tidak pernah memberikan kesempatan kepada siswa menurut cara dan tingkat kemampuan masing-masing.
Dalam item dapat disimpulkan bahwa sebagian siswa berpendapat guru Pendidikan Agama Islam kadang-kadang memberikan kesempatan kepada siswa menurut cara dan tingkat kemampuan masing-masing, dan sedikit sekali siswa yang berpendapat tidak pernah memberikan kesempatan kepda siswa menurut cara dan tingkat kemampuan masing-masing.
Selanjutnya pada item 4 menjelaskan tentang menggunakan media dalam proses pembelajaran. Dari 82 responden, sebanyak 6% berpendapat bahwa guru selalu menggunakan media dalam proses pembelajaran, 10% berpendapat guru seiring menggunakan media dalam proses pembelajaran, 33% berpendapat guru pendidikan agama Islam tidak pernah menggunakan media dalam proses pembelajaran.
Dari data di atas dapat diketahui sebagian besar responden berpendapat guru Pendidikan Agama Islam tidak pernah menggunakan media dalam proses pembelajaran, dan sedikit sekali siswa yang berpendapat guru Pendidikan Agama Islam selalu menggunakan media dalam proses pembelajaran. Hal ini didukung oleh pengakuan salah seorang guru Pendidikan Agama Islam melalui wawancara penulis yang mengatakan bahwa “kalau Bapak dalam hal menggunakan media boleh dikatakan jarang, yang biasa Cuma menggunakan papan tulis dan berupa buku paket yang tersedia”.[65]
Sementara menurut Ibu Auriati Jamil mengungkapkan bahwa : “Penggunaan media pada akhir-akhir ini tidak pernah ibu lakukan, dulu pernah dilakukan dengan menggunakan OHP, tapi menuru ibu kuarang efektif bila dilihat dari segi waktu, karena harus mengangkat dari lokal satu ke lokal yang lainnya dan belum lagi waktu pemasangannya”.[66]
     Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa guru Pendidikan Agama Islam tidak pernah menggunakan media dalam proses pembelajaran. Adapun adanya sebagian siswa yang menjawab guru sering menggunakan media dalam proses pembelajaran, itu Cuma berupa papan tulis dan buku paket.
Sedangkan dalam item 5 menjelaskan tentang pemberian tugas kepada siswa dalam proses pembelajaran. Sebanyak 7% menjawab bahwa guru selalu memberikan tugas kepada siswa dalam proses pembelajaran, 31% menjawab bahwa guru sering memberikan tugas kepada siswa  dalam proses pembelajaran, kemudian 61% menjawab bahwa guru kadang-kadang memberikan tugas kepada siswa, dan 1% menjawab guru pendidikan agama Islam tidak pernah memberikan tugas kepada siswa.
Dari data di atas dapat dipahami bahwa sebagian besar responden menyatakan guru kadang-kadang memberikan tugas pada siswa. Sedikit sekali responden yang menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama Islam tidak pernah memberikan tugas kepadasiswa. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa guru Pendidikan Agama Islam dalam proses pembelajaran kadang-kadang memberikan tugas, baik di dalam kelas maupun tugas untuk dikerjakan di rumah.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Suheri mengatakan bahwa “bapak tidak selalu memberikan tugas kepada siswa, karena perlu diingat bahwa siswa juga mempunyai keterbatasan waktu, tenaga, dan lain-lain. Dan siswa juga tidak mempelajari satu mata pelajaran saja. Oleh sebab itu apabila selalu dibebani dengan tugas-tugas yang banyak, bisa saja dia menjauh dari pelajaran tersebut, dan menjadi tidak diminati. Namun yang sering bapak tekankan adalah mengulangi kembali pelajaran di rumah”.[67] 
Item 6 menjelaskan tentang bentuk-bentuk tugas yang diberikan sebanyaknya 31% menjawab bahwa bentuk tugas yang diberikan adalah meringkas buku 12% menjawab bentuk-bentuk tugas yang diberikan adalah menghafal ayat-ayat pendek, dan 57% menjawab bahwa bentuk-bentuk tugas yang diberikan adalah mengisi lembaran kerja siswa atau latihan.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mengatakan bahwa bentuk tugas yang diberikan adalah mengerjakan latihan yang terdapat dalam lembaran kerja siswa, sedangkan tugas dalam bentuk menghafal ayat sedikit sekali. Hal ini sejalan dengan wawancara penulis dengan salah seorang guru Pendidikan Agama Islam yang mengatakan bahwa “tugas yang sering bapak berikan kepada siswa adalah mengisi latihan yang ada dalam lembaran kerja siswa (LKS), hal ini bapak maksud dalam rangka siswa mengulangi pelajaran di rumah untk memperkuat ingatan siswa terhadap pelajaran yang dipelajari”.[68]
Item 7 tentang hal yang dilakukan guru terhadap siswa. Dalam hai ini sebanyak 75% menjawab bahwa guru melakukan pemeriksaan dan penilaian terhadap tugas siswa, 18% menjawab bahwa guru cuma memeriksa tugas saja, kemudian 7% mengatakan bahwa guru memberikan sangsi bagi yang tidak membuat/menghafal tugas yang diberikan.
Dari data di atas dapat dipahami bahwa pada umumnya responden mengatakan bahwa tugas siswa diperiksa  dan di nilai oleh guru Pendidikan Agama Islam, dan sedikit sekali yang mengatakan bahwa guru Pendidikan Agama Islam memberi sangsi bagi tidak membuat/menghafal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap kali guru member tugas kepada siswa selalu dilakukan pemeriksaan dan penilaian.
Dari hasil wawancara penulis dengan salah satu seorang guru Pendidikan Agama Islam mengungkapkan bahwa :
”yang dilakukan guru terhadap tugas siswa adalah dengan melakukan pemeriksaan dan penilaian, hal ini berguna untuk memberikan semangat belajar bagi siswa. Kadang-kadang sengaja dilakukan pemeriksaan bersama dengan siswa dikelas, sehingga siswa memahami letak kesalahannya dan ini juga memudahkan guru dalam melakukan pemerikasaan tentang tugas pada LKS dan nilai siswa langsung dibuat ada daftar harian siswa”.[69]

Item 8 menjelaskan tentang pemberian pujian kepada siswa ketika mengeluarkan pendapat tentang pelajaran yang disampaikan. Sebanyak 13% memberi jawaban bahwa guru Pendidikan Agama Islam selalu memberi pelajaran kepada siswa ketika mengeluarkan pendapat, 18 % memberi jawaban bahwa guru Pendidikan Agama Islam sering memberi pelajaran kepada siswa ketika mengeluarkan pendapat, kemudian 54% memberi jawaban bahwa guru Pendidikan Agama Islam kadang-kadang memberikan pujian terhadap siswa yang mengeluarkan pendapat, dan 15% menjawab bahwa guru Pendidikan Agama Islam tidakpernah memberikan pujian kepada siswa ketika mengeluarkan pendapat tentang pelajaran yang disampaikan.
Dari item di atas dapat dipahami bahwa sebagian besar siswa menyatakan guru pendidikan agama Islam kadang-kadang memberikan pujian kepada siswa ketika mengeluarkan pendapat terhadap materi pelajaran yang disampaikan, dan sedikit sekali siswa yang mengatakan bahwa guru Pendidikan Agama Islam selalu memberikan pujian kepada siswa ketika mengeluarkan pendapat tentang materipelajaran yang disampaikan.
Sedangkan item 9 menjeaskan tetapi pemberian pujian kepada siswa ketika bisa menjawab pertanyaan. Sebanyak 12% menjawab bahwa guru Pendidikan Agama Islam selalu memberikan pujian kepada siswa yang bisa menjawab pertanyaan, 22% memberi jawaban bahwa guru Pendidikan Agama Islam sering memberikan pujian kepada siswa ketika bisa menjawab pertanyaan, kemudian    51 % memberi jawaban bahwa guru Pendidikan Agama Islam kadang-kadang memberikan pujian kepada siswa ketika bisa menjawab pertanyaan, dan 15 % memberi jawaban bahwa guru Pendidikan Agama Islam tidak pernah memberikan pujian ketika siswa dapat menjawab pertanyaan.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa sebagian besar siswa menjawab guru Pndidikan Agama Islam kadang-kadang memberikan pujian kepada siswa ketika menjawab pertanyaan, dan sedikit sekali siswa yang menjawabbahwa guru Pendidikan Agama Islam selalu memberikan pujian ketika siswa bisa menjawab pertanyaan.
Dari item delapan dan Sembilan terlihat bahwa ada di antara siswa yang berpendapat bahwa guru tidak pernah memberikan pujian ketika mengeluarkan pendapat dan menjawab pertanyaan. Berdasarkan wawancara penulis dengan salah seorang guru Pendidikan Agama Islam mengungkapkan bahwa :
“Jika ada siswa yang berpendapat guru tidak pernah memberikan pujian, ibu yakin bahwa siswa tersebut kurang atau jarang memperhatikan jalannya proses pembelajaran. Yang sering ibu lakukan terhadap siswa  yang mengeluarkan pendapat dalam proses pembelajaran adalah mengungkapkan kata-kata “bagus”, ”begitu yang ibu harapkan”, “tepat sekali dan lain-lainnya”.[70]
Item 10 menjelaskan tentang pemberian ulangan kepada siswa dalam proses pembelajaran, sebanyak 28% menjawab bahwa guru Pendidikan Agama Islam selalu memberikan ulangan dalam proses pembelajaran, 27 % menjawab guru pendidikan agama Islam sering memberikan ulangan, kemudian 41% menjawab guru Pendidikan Agama Islam kadang-kadang memberikan ulangan dan 4% mengatakan bahwa guru Pendidikan Agama Islam tidak pernah memberikan ulangan dalam proses pembelajaran.
Dari interprestasi data di atas dapat dipahami bahawa sebagian kecil responden mengatakan bahwa Pendidikan Agama Islam kadang-kadang memberikan ulangan dan sedikit sekali responden yang mengatakan guru Pendidikan Agama Islam tidak pernah memberikan ulangan dalam proses pembelajaran. Dengan demikian dpat disimpulkan bahawa guru Pendidikan Agama Islam telah memberikan motivasi melalui pemberian ulangan. Hal ini sesuai dengan wawancara penulis dengan salah seorang guru Pendidikan Agama Islam yang mengatakan bahwa “dalam hal memberikan ulangan pada proses pembelajaran tidak bapak lakukan setiap kali pertemuan, tetai sewaktu-sewaktu saja dan bapak kadang-kadang tidak diinformasikan kepada siswa, hal ini dimaksudkan agar siswa selalu siap kapan saja, sehingga siswa mengulangi pelajaran di rumah”.[71]
Hal yang agak berbeda sampaikan oleh Ibu Auriati Jamil bahwa :”Ibu selalu memberika ulangan, biasanya yang sering itu melalui lisan yaitu berbentuk kuis (pertanyaan), siapa di antara siswa yang dapat itu yang diberi nilai”.[72]
Sedangkan item 11 menjelaskan tentang bentuk ulangan yang diberikan 20% menjawab bahwa bentuk ulangan yang diberikan adalah melalui lisan, 80% menjawab bahwa bentuk ulangan yang diberikan adalah bentuk tulisan.
Dari item di atas dapat dipahami pada umumnya bentuk ulangan yang diberikan guru Pendidikan Agama Islam adalah melalui tulisan dan sedikit sekali responden yang mengatakan bahwa guru Pendidikan Agama Islam memberikan ulangan dalambentuk lisan.
Kemudian item 12 menjelaskan tentang pemberitahuan hasil ulangan kepada siswa. Sebanyak 43% menjawab bahwa guru Pendidikan Agama Islam selalu memberitahukan hasil ulangan yang diberikan, 13% menjawab guru Pendidikan Agama Islam sering memberikan hasil ulangan, kemudian sebanyak 32% menjawab bahwa guru Pendidikan Agama Islam kadang-kadang memberitahukan hasil ulangan, dan 12% menjawab bahwa guru Pendidikan Agama Islam tidak pernah membertahukan hasil ulangan yang diberikan.
Dari data di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mengatakan guru Pendidikan Agama Islam selalu memberitahukan hasil ulangan yang diberitahukan, dan sedikit sekali responden yang mengatakan bahwa guru Pendidikan Agama Islam tidak pernah memberitahukan hasil ulangan yang diberikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa guru Pendidikan Agama Islam telah memberikan motivasi kepada siswa dengan memberitahukan hasil ulangan, namun belum berjalan sesuai dengan yang seharusnya. Guru Pendidikan Agama Islam seharusnya memberitahukan hasil ulangan yang diberikan karena dengan demikian siswa akan terdorong belajar lebih giat. Apalagi jika hasil belajar itu mengalami kemajuan, siswa berusaha untuk mempertahankannya, bahkan meningkatkan intensitas belajarnya guna mendapatkan prestasi belajar yang lebih baikdimasa mendatang.
Menurut hasil wawancara penulis dengan guru pendidikan Agama Islam mengatakan bahwa:
“yang sering kami lakukan dalam pemberitahuan hasil ulangan adalah setelah habis MID lakukan dalam pemberitahuan hasil ulangan adalah setelah habis MID semester, dimana di situ di beri tahu secara tertulis hasil ulangan harian ditambah dengan hasil ujian MID semester. Namun bapak kadang-kadang nilai harian disampaikan juga setelah melakukan pemeriksaan melalui lisan, tapi tidak semuanya biasanya 10 nilai tertinggi”.[73]

Item 13 menjelaskan tentang hal yang diberikan guru pendidikan agama Islam ketika siswa mendapat nilai baik. Sebanyak 22% menjawab guru pendidikn agama Islam memberikan dorongan kepada siswa ketika mendapatnilai baik, 15% memberi jawaban bahwa guru Pendidikan Agama Islam memberi pujian ketika siswa mendapat nilai baik, dan 63% memberi jawaban bahwa guru Pendidikan Agama Islam biasa-biasa saja ketika siswa mendapat nilai yang baik.
Dari interprestasi data di atas dapat dipahami bahawa sebagian besar responden mengatakan bahwa guru Pendidikan Agama Islam biasa saja ketika siswa mendapat nilai baik, dan sedikit sekali siswa yang mengatakan bahwa guru Pendidikan Agama Islam memberikan pujian ketika mendapat nilai baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa guru Pendidikan Agama Islam belum sepenuhnya memberikan motivasi malalui memberikan pujian terhadap siswa yang mendapat nilai baik, sementara pujian sangat mempengaruhi teradap aktivitas siswa , dengan pujian yang diberikan akan membesarkan hati seorang, siswa lebih bergairah dalam belajar yang pada akhirnya tercapainya tujuan pembelajaran.
Item 14 menjelaskan tentang hal yang dilakukan guru Pendidikan Agama Islam terhadap siswa yag tidak mendengarkan pembelajaran guru. Sebanyak 93% menjawab bahwa guru Pendidikan Agama Islam memberikan teguran terhadap siswa yang tidak mendengarkan penjelasan guru dan 7% memberi jawaban bahwa guru Pendidikan Agama Islam membiarkan saja terhadap siswa yang tidak mendengarkan penjelasan guru.
Dari data di atas dapat diketahui bahwa pada umumnya siswa berpendapat bahwa guru Pendidikan Agama Islam memberikan teguran terhadap siswa yang tidak mendengarkan penjelasan guru, dan sedikit sekali siswa yang berpendapat guru Pendidikan Agama Islam membiarkan saja siswa yang tidak mendengarkan penjelasan guru. Hal inisejalan dengan yang diungkapkan oleh Ibu Auriati Jamil bahwa : “yang sering ibu lakukan teradap siswa yang meribut atau tidak mendengarkan penjelasan guru adalah melalui teguran, dan dinasehati secara baik-baik”.[74]
Hal yang agak sedikit brbeda diungkapkan oleh Bapak Zamzami bahwa :
“Yang sering bapak lakukan terhadap siswa yang tidak mengikuti proses pembelajaran dengan baik atau siswa yang meribut dalam kelas adalah dengan memberikan nasehat, dan biasanya bagi siswa yang tidak mendengakan penjelasan yang bapak berikan, maka bapak maksudkan untuk mengembalikan perhatiannya kembali kepada pelajaran yang sedang berlangsung. Tapi apabila siswa yang bersangkutan tidak juga menaruh perhatian terhadap pembelajaran maka bapak konsultasikan bersama wali kelas siswa tersebut”.[75]

Item 15 menerapkan tentang yang dilakukan guru Pendidikan Agama Islam terhadap siswa yang jarang masuk. Sebanyak 76% memberi jawaban bahwa guru Pendidikan Agama Islam memberikan teguran terhadap siswa yang jarang masuk. 11% menjawab bahwa guru Pendidikan Agama Islam memberikan hukuman terhadap siswa yang jarang masuk, kemudian 11% menjawab bahawa guru Pendidikan Agama Islam memanggil orang tua siswa yang jarang masuk, dan 2% menjawa bahwa guru Pendidikan Agama Islam biasa saja terhadap siswa yang jarang masuk pada mata pelajaran agama.
Dari interprestasi data di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa menjawab, guru Pendidikan Agama Islam memebrikan teguran terhadap siswa yang jarang masuk, dan sedikit sekali siswa yang menjawab bahwa guru pendidikan agama Islam biasa saja terhadap siswa yang jarang masuk dalam mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Dalam menangani siswa yang jarang masuk, khususya pada mata pelajaran agama, upaya lain yang dilakukan oleh guru Agama Islam sebagaimana diungkapkan Bapak Suheri : “Yang sering bapak lakukan dalam menangani siswa yang jarang masuk adalah memberikan nasehat, teguran dan kalau tidak juga baru dipanggil orang tua yang bersangkutan”.[76]
Item 16 menjelaskan tentang guru pendidikan agama Islam monoton dalam proses pembelajaran. Sebanyak 5% mengatakan guru pendidikan agama Islam selalu menoton dalam proses pembelajaran, 10% mengatakan guru pendidikan agama Islam sering menoton dalam proses pembelajaran, 45% mengatakan bahawa guru Pendidikan Agama Islam kadang-kadang monoton dalam proses pembelajaran, dan 40% yang mengatakan guru Pendidikan Agama Islam tidak pernah menoton dalam proses pembelajaran.
Dari data di atas dapat dipahami sebagian kecil responden mengatakan guru pendidikan agama Islam kadang-kadang menoton dalamproses pembelajaran, dan sedikit sekali yang mengatakan guru Pendidikan Agama Islam selalu monoton dalam proses pembelajaran.
Item 17 menjelaskan tentang menjelaskan pelajaran dengan menghubungkan pada contoh kehidupan sehari-hari. Sebanyak 64 % mengatakan guru Pendidikan Agama Islam selalu menjelaskan pelajaran dengan menghubungkan pada contoh kehidupan sehari-hari, 30 % mengatakan guru Pendidikan Agama Islam sering menjelaskan pelajaran dengan menghubungkan pada contoh kehidupan sehari-hari, dan 6% mengatakan guru Pendidikan Agama Islam kadang-kadang menjelaskan pelajaran dengan menghubungkan pada contoh kehidupan sehari-hari.
Dari data di atas dapat dipahami sebagian besar guru pendidikan agama Islam selalu menjelaskan pelajaran dengan menghubungkan pada contoh kehidupan sehari-hari, dan sedikit sekali guru Pendidikan Agama Islam kadang-kadang menjelaskan pelajaran dengan menghubungkan pada contoh kehidupan sehari-hari. Menurut Ibu Auriati Jamil, berdsarkan wawancara penulis mengungkapkan bahwa “ untuk menjaga agar siswa tidak bosan mengikuti proses pembelajaran dan mudah faham, maka ibu selalu memberi contoh yang dekat dengan kehidupan siswa, misalnya tentang tsunami, banjir dan lain-lain”.[77]  

B.     Dampak Motivasi terhadap Belajar Siswa.
Tabel 2.2
Dampak Motivasi terhadap Belajar Siswa
No
Aspek Masalah
Alternatif
F
%
1.
Merasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran
a.selalu
b.sering
c.kadang-kadang
d.tidak pernah
30
28
22
2
37
34
27
2
Jumlah
82
100
2.
Mendengarkan Penjelasan guru
a.selalu
b.sering
c.kadang-kadang
d.tidak pernah
25
37
20
0
31
45
24
0
Jumlah
82
100
3.
Termotivasi dengan adanya dorongan yang diberikan guru ketika berprestasi dalam proses pembelajaran
a.sangat termotivasi
b.termotivasi
c.kurang termotivasi
d.tidak pernah
12
51
18
1
15
62
22
1
Jumlah
82
100
4.
Keberanian siswa dalam mengeluarkan pendapat melalui motivasi yang diberikan guru dalam proses pembelajaran
a.selalu
b.sering
c.kadang-kadang
d.tidak pernah
10
18
51
3
12
22
62
4
Jumlah
82
100
5.
Bertanya kepada guru atau kepada siswa lain terhadap persoalan yang tidak dipahami dalam proses pembelajaran
a.selalu
b.sering
c.kadang-kadang
d.tidak pernah
13
33
35
1
16
40
43
1
Jumlah
82
100
6.
Siswa berdiskusi atau memecahkan masalah tentang materi yang dipelajari
a.selalu
b.sering
c.kadang-kadang
d.tidak pernah
7
18
47
10
9
22
57
12
Jumlah
82
100
7.
Tidak pernah terlambat masuk/jarang dalam proses pembelajaran
a.selalu
b.seiring
c.kadang-kadang
d.tidak pernah
0
4
24
54
0
5
29
66
Jumlah
82
100
8.
Siswa lebih paham terhadap materi PAI
a.selalu
b.seiring
c.kadang-kadang
d.tidak pernah
27
41
14
0
33
50
17
0
Jumlah
8
100
9.
Perasaan siswa terhadap tugas yang diberikan
a.sangat senang
b.senang
c.kurang senang
d.tidak senang
0
42
32
8
0
51
39
10
Jumlah
82
100
10.
mengerjakan tugas yang diberikan guru pendidikan agama Islam
a.selalu
b.seiring
c.kadang-kadang
d.tidak pernah
32
28
20
2
39
34
24
3
Jumlah
82
100
11.
Membuat kesimpulan sendiri tentang pelajaran yang dijelaskan guru
a.selalu
b.seiring
c.kadang-kadang
d.tidak pernah
5
14
55
8
6
17
67
10
Jumlah
82
100
12.
Mengulangi pelajaran PAI di rumah
a.selalu
b.seiring
c.kadang-kadang
d.tidak pernah
4
6
62
10
5
7
76
12
Jumlah
82
100








Interprestasi Data.
Tabel ini membahas tentang dampak motivasi terhadap aktivitas belajar siswa. Item 1 menjelaskan tentag siswa merasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran. Data di atas menggambarkan bahwa dari 82 orang responden terdapat 37% mengatakan bahwa selalu merasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran, 34% mengatakan bahwa mereka sering senang dalam mengikuti proses pebelajaran, 27% mengatakan kadang-kadang merasa senang dalam mengikikuti proses pembelajaran, dan 2% yang mengatakan tidak pernah merasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Dari inteprestasi di atas dapat dipahami sebagian besar responden mengatakan bahwa siswa selalu merasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam, dan sedikit sekali responden yang mengatakan tidak pernah merasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran belum berjalan secara efektif karena masih ada siswa yang merasa tidak senang dalam mengikuti proses pembelajaran.
Item 2 menjelaskan tentang siswa yang mendengarkan penjelasan guru dalam proses pembelajaran dengan baik. Sebanyak 31% menyatakan bahwa mereka selalu mendengarkan penjelasan guru dengan baik, 45% yang menyatakan sering mendengarkan penjelasan guru, dan 24% yang menyatakan kadang-kadang mendengarkan penjelasan guru dengan baik dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa sebagian besar responden manyatakan bahwa mereka sering mendengarkan penjelasan guru dengan baik, dan sedikit sekali yang menyatakan bahwa mereka kadang-kadang mendengarkan penjelasan guru dengan baik dalam proses pembelajaran.
Sedangkan item 3 menjelaskan tentang motivasi siswa dengan adanya dorongan yang diberikan guru Agama Islam ketika berprestasi dalam proses pembelajaran. Dari 82 orang responden, sebanyak 15% yang mengatakan sangat termotivasi dengan adanya dorongan yang diberikan guru ketika berprestasi dalam proses pembelajaran, 62% mengatakan termotivasi dengan dorongan yang diberikan guru ketika berprestasi dalam proses pembelajaran, 22% yang mengatakan kurang termotivasi dengan dorongan yang diberikan guru ketika berprestasi dalam proses pembelajaran, dan 1% yang mengatakan tidak termotivasi dengan dorongan yang diberikan oleh guru Agama Islam dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian sebagian besar siswa termotivasi dengan dorongan yang diberikan guru agama ketika berprestasi dalam proses pembelajaran, dan sedikit sekali responden yangmengatakan tidak termotivasi dengan adanya dorongan yang diberikanguru agama ketika berprestasi dalam proses pembelajaran. Artinya boleh dikatakan bahwa guru sudah  berhasil dalam memotivasi siswa ketika berprestasi dalam proses pembelajaran.
Item 4 tentang keberanian siswa yang mengeluarkan pendapat melalui motivasi yang diberikan guru Pendidikan Agama Islam dalam proses pembelajaran. Sebanyak 12% mengataka selalu mngeluarkan pendapat melaluimotivasi yang diberikan guru Pendidikan Agama Islam dalam proses pembelajaran, 22% mengatakan sering mengeluarkan pendapat melalui motivasi yang diberikan guru Pendidikan Agama Islam dalam proses pembelajaran, 62% mengatakan kadang-kadang mengelarkan pendapat memalui motivasi yang diberikan guru Pendidikan Agama Islam, dan 4% mengatakan tidak pernah mengeluarkan pendapat melalui guru pendidikan agama Islam.
Dari data di atas dapatdipahami bahwa sebagian besar responden mengatakan kadang-kadang mengeluarkan pendapat melalui motivasi yang diberikan guru Pendidikan Agama Islam, dan sedikit sekali responden yang mengatakan tidak pernah mengeluarkan pendapat melalui motivasi yang diberikan guru Pendidikan Agama Islam dalam proses pembelajaran.
Pada item 5 menjelaskan tentang bertanya kepada guru atau kepada siswa lain terhadap materi yang tidak dipahami dalam proses pembelajaran. Sebanyak 16% mengatakan selalu bertanya kepada guru atau kepada siswa lain terhadap materi yang tidak dipahami, 40% yang mengatakan sering bertanya kepada guru atau kepada siswa lain terhadap materi yang tidak dipahami, 43% yang mengatakan kadang-kadang bertanya kepada guru atau siswa lain terhadap materi yang dipahami yang tidak dipahami, dan 1% yang mengatakan tidak pernah bertanya kepada guru atau kepada siswa lain terhadap materi yang tidak dipahami.
Berdasarkan interpretasi data ini dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar responden mengatakan kadang-kadang bertanya tenang materi yang tidak dipahami, dan sedikit sekali responden yang mengatakan tidak pernah bertanya.
Sedangkan pada item 6 menjelaskan tentang siswa berdiskusi atau memecahkan maslah tentang materi yang dipelajari. Dari 82 responden, 9% mangatakan masalah tentang materi yang dipelajari, 22% yang mengatakan sering berdiskusi tentang materi yang dipelajari, 57% mengatakan kadang-kadang berdiskusi tentang materi yang dipelajari, dan 12% yang mengatakan tidak pernah berdiskusi tentang materi yang dipelajari.
Dari data di atas dpaat dipahami bahwa sebagian besar responden mengatakan kadang-kadang berdiskusi atau memecahkan maslah tentang materi yang dipelajari, dan sedikit sekali yang selalu berdiskusi terhadap materi yang dipelajari. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi siswa untuk memahami materi pelajaran Agama Islam lebih mendalam dengan cara berdiskusi masih kurang.
Pada item 7 menjelaskan tentang keterlibatan siswa masuk dalam proses pembelajaran. Dari 82 responden, 5% mengatakan sering terlambat dalam proses pembelajaran, 29% yang mengatakan kadang-kadang terlambat masuk dalam proses pembelajaran, dan 66% yang mengatakan bahwa tidak terlambat masuk dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian jelaslah bahwa sebagian besar siswa tidak pernah terlambat masuk dalam proses pembelajaran, dan sedikit sekali siswa yang mengatakan sering terlambat masuk dalam proses pembelajaran. Artinya siswa disiplin atau tepat waktu dalam memulai proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Berdasrkan hasil wawancara penulis dengan guru pendidikan agama Islam mengungkapkan bahwa :
“Siswa selalu tepat waktu dalam memulai proses pembelajaran, hal ini karena adanya pengawasan guru piket yang tidak membolehkan siswa berkeliaran dalam pertukaran jam pelajaran. Kalaupun ada yang terlambat lebih dari lima menit maka siswa wajib melapor atau minta izin kepada guru piket, karena itu adalah wewenang guru piket. Kalau siswa sering terlambat masuk maka datanya ada di meja guru piket, dan siswa yang demikian akan diberi sangsi dengan cara dinasehati baik oleh guru piket maupun oleh ibu wakil kepada sekolah bidang kesiswaan”.[78]

Hal yang agak berbeda disampaikan oleh Bapak Zamzami :
“Kedisiplinan disi memang ketat terutama dalam hal soal kehadiran siswa, memulai pelajaran dan lain-lain. Tapi biasanya dalam hal memulai pelajaran ini sering agak molor adalah ketika jam pelajaran setelah istirahat. Dimana waktu istirahat siswa yang masuk sore yang Cuma 10 menit dimanfaatkan untuk shalat ashar. Sementara sarana tempat shalat kurang memadai dibandingkan dengan jumlah siswa, sehingga banyak siswa yang terlambat masuk lokal, dengan alas an antrian melaksanakan Shalat”.[79]     

Item 8 menjelaskan tentang pemahaman siswa terhadap materi Pendidikan Agama Islam. 33% menyatakan bahwa selalu memahami materi Pendidikan Agama Islam, 50% menyatakan bahwa sering memahami materi pelajaran, dan 17% menyatakan kadang-kadang memahami materi pelajaran yang disajikan guru dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa sebagian siswa sering memahami materi pelajaran agama Islam, dan sedikit sekali siswa yang mengatakan kadang-kadang memahami materi Pelajaran Agama Islam. Dari sini dapat disimpulkan bahwa guru cukup berhasil dalam hal memberikan pemahaman materi Pendidikan Agama Islam. Hal ini sesuai dengan wawancara penulis dengan salah seorang guru Pendidikan Agama Islam yang mengatakan bahwa “ dalam hal memberikan pemahaman materi pelajaran kepada siswa tidak begitu sulit, karena pada dasarnya siswa yang sekolah di sini umumnya sudah banyak memahami tentang pelajaran Agama Islam”.[80]
Hal yang berbeda disampaikan oleh Bapak Suheri yang mengatakan bahwa :
“Dalam hal memberikan penjelasan kepada siswa sangat tergantung kepda materi yang dipelajari, ada sebagian siswa yang memahami materi Al-Qur’an atau hadist, namun ada juga sebagian siswa yang sulit untuk memahaminya, karena bisa jadi siswa ini kurang pandai membaca Al-Qur’an. Karena memang pada umumnya siswa yang ada disini berlatar belakang dari sekolah umum (SLTP), namun usaha untuk siswa bisa lancer baca tulis Al-Qur’an di sini sudah dibuat Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA)”.[81]

Pada item 9 menjelaskan tentang hal yang dirasakan siswa terhadap tugas yang diberikan. Sebanyak 51% yang mengatakan senang terhadap tugas yang diberikan oleh guru Pendidikan Agama Islam, 39% yang mengatakan kurang senang terhadap tugas yang diberikan oleh guru Pendidikan Agama Islam, dan 10% mengatakan tidak senang dengan tugas yang diberikan oleh gur Pendidikan Agama Islam.
Dari data di atas dapat dipahami bahwa senagian besar siswa merasa senang terhadap tugas yang diberikan oleh guru Pendidikan Agama Islam dan sedikit sekali yang mengatakan tidak senang terhadap tugas yang diberikan oleh guru Pendidikan Agama Islam.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah seorang guru Pendidikan Agama Islam mengenai perasaan siswa terhadap tugas yang diberikan mengatakan bahwa “Siswa senang tugas-tugas yang diberikan, ini terbukti dari sikap siswa yang pada umumnya selalu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan, dan mereka sangat aktif jika diberikan tugas berupa mendiskusikan sesuatu materi”.[82]
Sedangkan item 10 menjelaskan tentang mengerjakan tugas yang diberikan guru Pendidikan Agama Islam. Dari 82 responden, 39% mengatakan selalu mengerjakan tugas yang diberikan guru Pendidikan Agama Islam, 34% yang mengatakan sering mengerjakan tugas yang diberikan guru pendidikan agama Islam, 24% yang mengatakan kadang-kadang mengerjakan tugas yang diberikan guru Pendidikan Agama Islam, dan 3% yang mengatakan tidak pernah mengerjakan tugas yang diberikan guru Pendidikan Agama Islam.
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian kecil siswa selalu mengerjakan tugas yang diberikan guru Pendidikan Agama Islam, dan sedikit sekali siswa uang mengatakan tidak pernah mengerjakan tugas yangdiberikan guru Pendidikan Agama Islam.
Item 11 menjelaskan tentang membuat kesimpulan sendiri tentang pelajaran yang dijelaskan guru Pendidikan Agama Islam. Sebanyak 6% mengatakan selalu membuat kesimpulan yang dijelaskan guru Pendidikan Agama Islam, 17% yang mengatakan sering membuat kesimpulan sendiri tentang pelajaran yang dijelaskan oleh guru Pendidikan Agama Islam, 67% yang mengatakan kadang-kadang membuat kesimpulan sendiri tentang pelajaran yang dijelaskan oleh guru Pendidikan Agama Islam, dan 10% yang mengatakan tidak pernah membuat kesimpulan sendiri tentang materi pelajaran yang pelajaran yang dismapaikan guru Pendidikan Agama Islam.
Dari data di atas dapat dipahami bahwa sebagian besar siswa kadang-kadang membuat kesimpulan sendiri tentang yang dijelaskan guru Pendidikan Agama Islam, dan sidikit sekali sisa yang mengatakan tidak pernah membuat kesimpulan sendiri tentang materi pelajaran yang dijelaskan guru Pendidikan Agama Islam. Artinya aktivitas siswa dalam hal membuat kesimpulan sendiri tentang materi pelajaran yang dijelaskan guru masih belum maksimal, hal ini terbukti masih adanya siswa yang tidak pernah sama sekali membuat kesimpulan sendiri tentang materi yang dijelaskan oleh guru Pendidikan Agama Islam.
Item 12 menjelaskan tentang mengulangi pelajaran Pendidikan Agama Islam di rumah. Sebanyak 5% menjawab selalu mengulangi pelajaran Pendidikan Agama Islam di rumah, 7% yang menjawab sering mengulangi pelajaran agama di rumah, 76% yang menjawab kadang-kadang mengulangi pelajaran agama di rumah, dan 12% yang menjawab tidak pernah mengulangi pelajaran agama di rumah.
Dengan demikian dapat diketahui sebagian besar siswa kadang-kadang mengulangi pelajaran agama di rumah, dan sedikit sekali yang mengatakan tidak pernah mengulangi pelajaran agama di rumah. Dari interpretasi data di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa dalam hal mengulangi pelajaran di rumah masih kurang, sementara mengulang pelajaran di rumah adalah sesuatu yang sangat penting dalam rangka memperdaya pemahaman tetang materi pelajaran yang dipelajari.
Berdasarkan wawancara penulis dengan Bapak Zamzami mengatakan bahwa:
“Menurut pengalaman dan pengamatan Bapak bahawa kebiasaan buruk yang sering dilakukan siswa adalah mengulangi pelajaran ketika ada ujian. Hal ini terbukti ketika disampaikan ada ulangan harian maka siswa akan giat membaca walaupun dalam waktu yang cukup singkat.hal ii mengindikasikan bahwa di rumah juga seperti itu, namun tidak semuanya”.[83]

Dari interpretasi item-item di atas dapat dipahami bahwa dari usaha yang dilakukan guru pendidikan agama Islam dalam memotivasi siswa sudah mempunyai dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hal ini bisa dilihat bahwa siswa mendengarkan penjelasan guru, berani mengeluarkan pendapat dan menjawab pertanyaan, berdiskusi, disiplin, mengerjakan tugas, dan lain-lain. Walaupun persentasenya tidak mencapai keseluruhan, hal ini terbukti bahwa 85% dari siswa dapat mencapai Standar Ketuntasan Belajar Minimum (SKBM) yang ditetapkan oleh sekolah. Berdasarkan wawancara penulis dengan beberapa guru agama mengungkapkan bahwa “ Ibu melihat kegiatan belajar siswa dalam mengikuti proses pembelajaran khususnya pada lokal yang bapak ajar cukup antusias. Apalagi dipancing dengan nilai. Mereka sangat aktif bertanya, menjawab pertanyaan teman dan lain-lain”.[84]
Hal ini agak senada dengan yang diungkapkan oleh Bapak Suheri yang mengungkapkan bahwa :
“Motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran cukup baik, walaupun ada di anatara siswa yang meribut tidak mendengarkan penjelasan guru, itu karena masa perkembangan mereka dalam masa puber dan bapak selalu melakukan control terhadap itu. Danbapak bisa mengatakan minat belajar siswa tinggi, karena dilihat dari nilai siswa yang pada umumnya mencapai SKBM yang ditentukan”.[85]

Sementara menurut Bapak Zamzami bahwa :
“Dampak motivasi yang diberikan terhadap siswa bila dilihat dari segi pencapaian nilai lapor cukup tinggi. Karena memang Input siswa yang masuk ke SMP Muhammadiyah Padangpanjang  ini cukup baikbila dibandingkan dengan sekolah lain. Namun sedikit yang disayangkan adalah kurangnya kesadaran siswa terhadap manfaat dari pelajaran yang diberikan. Orientasi belajar siswa adalah mendapat  nilai baik, sehingga bila ada imformasi ulangan, siswa baru mengulangi pelajaran. Yang ibu maksudkan siswa sangat sulit belajar secara terus menerus atau lebih lanjut. Dan tentunya ibu yakin bahwa tidak semua siswa demikian”.[86]

Dari jabaran di atas dapat dipahami bahwa usaha yang dilakukan guru pendidikan agama Islam (motivasi ekstrinsik) sudah berdampak terhadap aktivitas belajar siswa. Sehingga pada umumnya siswa SMP Muhammadiyah Padangpanjang dapat mencapai dapat termotivasi dalam mengikuti PBM  khususnya untuk mata pelajaran agama. Sementara kesadaran siswa (motivasi intrinsik) terhadap manfaat dari belajar agama masih kurang, dengan arti kata bahwa aktivitas belajar siswa bertujuan seremonial saja tanpa mengenyampingkan tujuan esensial. 
C.    Kendala-kendala yang Dihadapi Guru Pendidikan Agama Islam dalam Memotivasi Aktivitas Belajar Siswa.
No
Aspek Masalah
Alternatif
F
%
1.
Siswa memahami arti pentingnya belajar Agama Islam dalam kehidupan mereka
a.Selalu
b.Sering
c.Kadang-kadang
d.Tidak pernah
1
3
1

20
60
20


Jumlah
5
100
2.
Perhatian siswa kurang terpusat pada materi pelajaran yang diajarkan
a.Selalu
b.Sering
c. Kadang-kadang
d. tidak pernah
1
2
1
1
20
40
20
20

Jumlah
5
100
3.
Referensi yang dimiliki siswa
a.cukup
b.kurang
1
4
20
80

Jumlah
82
100
4.
Menggunakan media dalam proses pembelajaran
a.Selalu
b.Sering
c.Kadang-kadang
d.Tidak pernah
1
2
2
0
20
40
40
0

Jumlah
5
100
5.
perubahan kurikulum menjadi penghambat dalam proses pembelajaran
a.ya
b.tidak
4
1
80
20

Jumlah
5
100
6.
Jumlah siswa yang terlalu banyak dalam satu lokal
a.Ya
b.Tidak
4
1
80
20

Jumlah
5
100
7.
Sarana dan prasarana yang masih kurang memadai
a.cukup
b.kurang
2
3
40
60

Jumlah
82
100

Tabel diatas menjelaskan tentang kendala-kendala guru PAI dalam memotivasi belajar siswa. Item 1 menjelaskan apakah siswa memahami arti pentingnya belajar PAI. Dari 5 responden, sebanyak 1 orang (20%) menjawab selalu. 3 orang (60%) menjawab sering, dan 1 orang (20%) menjawab tidak pernah.
Dari interprestasi diatas dapat dipahami bahwa sebagian besar guru menjawab bahwa siswa kurang memahami arti pelajaran PAI.
Item 2 menjelaskan perhatian siswa terhadap materi yang diajarkan. Dari 5 responden, sebanyak 1 orang menjawab selalu tidak memperhatikan, 2 orang (40%) menjawab kurang memperhatikan, 1 orang (20%) menjawab kadang-kadang, dan 1 orang (20%) menjawab tidak pernah memperhatikan.
Dari interprestasi data di atas menjelaskan sebagian besar menjawab siswa kurang memperhatikan guru dalam memberikan materi pembelajaran.
Item 3 menjelaskan tentang rferensi yang dimiliki siswa. 1 orang (20%) menjawab cukup, dan 4 orang (80%) menjawab kurang. Dari interprestasi tersebut dipahami bahwa sebagian besar guru menjawab siswa kurang memiliki referensi untuk menunjang belajar siswa.
Item 4 menjelaskan media dalam melaksanakan pembelajaran. 1 orang menjawab selalu memakai media saat mengajar, 2 orang (40%) sering, dan 2 orang (40) tidak pernah. Jadi dapat dipahami guru memakai media dalam mengajar.
Item 5 menjelaskan tentang perubahan kurikulum menghambat proses belajar. 4 orang (80%) menjawab ya, dan 1 orang (20%) menjawab tidak. Jadi dapat dipahami sebagian guru menjawab bahwa kurikulum sangat berpengaruh dalam menghambat proses belajar.
Item 6 menjelaskan Jumlah siswa yang terlalu banyak dalam satu lokal. Sebanyak 4 orang (80%) menjawab Ya, dan 1 orang (20%) menjawab Tidak.
Item 7 menjelaskan Sarana dan prasarana yang masih kurang memadai. Sebanyak 2 orang (40%) menjawab cukup, dan 3 orang (60%) menjawab kurang. Jadi dapat dipahami bahwa sarana dan prasaran kurang mencukupi dalam membantu keberhasilan dalam memotivasi belajar siswa.
Dalam proses pembelajaran banyak kendala-kendala yang dapat menghambat tercapainya suatu tujuan. Kendala tersebut tentunya tidak mungkin dibiarkan begitu saja tanpa dicarikan jalan keluar. Dalam hal ini SMP Muhammadiyah Padangpanjang juga mengalami kendala dalam proses pembelajaran, khususnya pembelajaran agama. Berdasakan hasil wawancara penulis dengan guru Pendidikan Agama Islam, secara garis besar dapat dibagi menjadi dua faktor, yaitu :
a.       Faktor Internal.
Faktor yang berasal dari siswa itu sendri, diantaranya :
1.      Siswa kurang memahami arti pentingnya belajar Agama Islam dalam kehidupan mereka, sehingga mereka kurang berminat dalam mempelajari materi pelajaran Agama Islam lebih lanjut, sebagaimana diungkapkan oleh Bapak Zamzami bahwa :
“Bisa saja dalam tataran nilai (nilai lapor) siswa mendapat nilai tinggi, tapi yang menjadi persoalan adalah bagaimana mereka bisa belajar secara terus menerus, yang tidak cuma hanya memanfaatkan belajar di sekolah saja, karena bapak yakin materi pelajaran yang dijelaskan dalam waktu dua jam pelajaran seminggu tidaklah memadai untuk mempelajari Agama Islam secara mendalam”.[87]

2.      Faktor usia, pada masa ini siswa berada dalam tahap perkembangan remaja awal, mereka mengalami masa puber dan mereka dalam masa mencari jati diri atau identitas diri, sehingga sebagian siswa agak sulit untuk dinasehati dan mereka mudah terpengaruh dengan hal-hal yang negative (menganggu teman, merokok, dan lain-lain) yang mengakibatkan mereka sulit diarahkan dengan baik.
3.      Referensi yang dimiliki siswa kurang, sebagaimana diungkapkan oleh Ibu Auria13-49ti Jamil bahwa : ”Biasanya siswa hanya memanfaatkan buku pokok saja, tanpa mencari tambahan lain yang berkaitan dengan materi yang dipelajari, sehingga pengetahuan siswa tentang hal yang baru kurang dan mereka sulit berkembang”.[88]
4.      Perhatian siswa kurang terpusat pada materi pelajaran yang diajarkan, karena kebanyakan siswa tidak mengulangi (membaca buku) pelajaran di rumah, sehingga dalam hal menerangkan pelajaran harus diterangkan satu persatu dan akan memakan waktu yang cukup lama.
b.      Faktor Ekternal.
Disamping faktor internal di atas, faktor eksternal juga menjadi kendala dalam mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan guru Pendidikan Agama Islam yang mengatakan bahawa kendala yang dihadapi oleh guru Pendidikan Agama Islam adalah :
1.      Alokasi waktu yang tersedia untuk bidang studi agama sedikit, yaitu dua jam pelajaran seminggu, mengkibatkan materi yang diberikan kepada siswa kuarang maksimal karena dibatasi oleh waktu.
2.      Dari segi buku pelajaran kurang memadai, sementara buku adalah sarana dalam belajar, sedangkan buku yang tersedia di perpustakaan tidak memadai apalagi yang berkaitan dengan Kurikulum KTSP, akibatnya siswa Cuma mengandalkan buku paket saja
3.      Jumlah siswa yang terlalu banyak dalam satu lokal. Banyaknya jumlah siswa dalam sau lokal juga mengahambat proses pembelajaran sebagaimana dikemukakan oleh Bapak Suheri : ”Jumlah murid yang terlalu banyak dalam satulokal (rata-rata 45 orang) menyulitkan bapak menyampaikan materi pelajaran secara maksimal karena siswa ada yang meribut dan menganggu teman-temannya sehingga menganggu keefektifan dan ketenangan belajar”.[89]
4.      Adanaya perubahan kurikulum juga menjadi penghambat dalam proses pembelajaran. Tuntutan dari kurikulum 2011 berbeda dengan kurikulum sebelumnya.
5.       Adanya tugas tambahan bagi guru pendidikan agama Islam disamping guru mata pelajaran tetap, misalnya Pembina OSIS, sekretaris wakil kepala sekolah bidang humas dan lain-lain, sehingga mengakibatkan waktu, tenaga dan fikiran untuk proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam berkurang.
6.      Mengajar mata pelajaran agama tidak cuma dalam satu, dua, dan tiga. Hal ini akan menyebabkan harus banyak membuat persiapan pembelajaran, materi yang harus banyak dan lain sebagainya.
7.      Sarana dan prasarana yang masih kurang memadai, misalnya ruangan shalat (Mushalla) yang sempit.  Hal ini harus bergantian dalam melaksanakan shalat, memakan waktu yang lama, dan mengakibatkan pada jam pelajaran sesudah shalat banyak siswa yang terlambat masuk lokal.
Dari berbagai kendala di atas pihak sekolah sudah berusaha mencari jalan keluar, diantaranya :
1.      Lebih meningkatkan disiplin, baik bagi siswa maupun bagi majelis guru.
2.      Memberikan beasiswa bagi siswa yang berprestasi.
3.      Melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan, pemerintah, dan orang tua siswa dalam rangka melengkpi sarana dan prasarana sekolah.





















BAB V
PENUTUP

            Setelah Mengadakan penelitian tentang “Peranan Guru Pendidikan Agama Islam dalam Memotivasi Belajar Siswa SMP Muhammadiyah Padangpanjang”. Maka bab ini penulis mengemukakan beberapa kesimpulan dan saran di rasa perlu dan bermanfaat dalam meningktakan motivasi aktivitas belajar siswa SMP Muhammadiyah Padangpanjang.
A.    Kesimpulan.
1.      Inisiatif yang dilakukan Guru Pendidikan Agama Islam dalam Memotivasi Aktivitas Belajar Siswa SMP Muhammadiyah Padangpanjang adalah dengan mendiskusikan tujuan pelajaran yang akan dicapai dengan siswa, melibatkan siswa secara aktif, memberikan tugas kepada siswa, memberi nilai, memberi pujian ketika siswa mengeluarkan pendapat dan menjawab pertanyaan, memberikan ulangan dan hasilnya, memberikan dorongan, memberikan teguran terhadap siswa terhadap siswa yang tidak mendengarkan penjelasan guru dan jarang masuk, menjelaskan pelajaran dengan menghubungkan pada contoh kehidupan sehari-hari.
2.      Dampak motivasi terhadap aktivitas belajar siswa adalah merasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran, mendengarkan penjelasan guru, berani mengeluarkan pendapat dan bertanya, berdiskusi tentang materi pelajaran Agama Islam, materi pelajaran dapat dipahami, senang di beri tugas dan mngerjakannya, membuat kesimpulan sendidri tentang materi pelajaran yang dipelajari, an mengulangi pelajaran di rumah.
3.      Kendala-kendala yang dihadapi guru pendidikan agama Islam dalam memotivasi aktivitas belajar siswa adalah kurang memahami arti pentingnya belajar agama Islam dalam kehidupan mereka. Faktor usia siswa yang aa pada masa perkembangan remaja awal (masa puber), referensi yang dimiliki siswa kurang, perhatian siswa kurang terpusat pada materi pelajaran, alokasi waktu yang tersedia sedikit, jumlah siswa terlalu banyak dalam satu lokal, adanya perubahan kurikulum, adanya tugas tambahan guru pendidikan agama Islam, disamping guru mata pelajaran tetap, mengajar mata pelajaran agama tidak cuma satu singkat, sarana dan prasarana yang masih kurang memadai.
B.     Saran.
Dari hasil penulisan skripsi ini penulisan menyarakan kepada pihak yang terkait dengan pendidikan, dalam rangka meningkatkan motivasi aktivitas belajar siswa, khususnya belajar agama Islam.
1.      Kepada sekolah agar melengkapi sarana dan prasarana belajar seperti referensi yang berkaitan dengan Pendidikan Agama Islam, media pembelajaran untuk menunjang pencapaian tujuan pembelajaran.
2.      Kepada majelis guru, khususnya guru Pendidikan Agama Islam agar lebih mengoptimalkan peranannya dalam memotivasi aktivitas belajar siswa, seperti menggunakan medis dalam proses pembelajaran, sehingga kegiatan pembelajaran lebih menarik dan lebih merangsang siswa untuk lebih giat belajar.
3.      Untuk mewujudkan aktivitas belajar yang baik, perlu didukung oleh sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran. Oleh karenanya kepada Yayasan Perguruan Muhammadiyah Padangpanjang dan Pengajaran agar dapat melengkapi sarana dan prasarana di SMP Muahammadiyah Padangpanjang, seperti ruangan shalat yang masih terbatas dibandingkan dengan jumlah siswa yang cukup banyak, kipas angin ruangan yang belum ada, dan buku-buku referensi yang masih terbatas.


[1] Abdul Malik dan Dian Andayani, PAI Berbasis Kompetensi Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung : Remaja Rosda Karya,2004), ha139.
[2] Direktorat Madrasah dan Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Umum, Pedoman PAI di Sekolah Umum, (Jakarta : Departemen Agama,2004), hal 2.
[3] Redaksi Sinar Rafika, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional 2003, (Jakarta : Sinar Grafika,2003), hal 5.
[4] Zakiyah Derajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Perss, 2002), hal 43.
[5] Hamdayani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 1988), hal 9.
[6] Moh.Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h.28-29.
[7] Hursid Sumaatmadja, Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi, (Bandung : Alfa Bota, 2002), hal 27.
[8] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswar Zoin, Strategi Belajar mengajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), hal 43.
[9]  Slamet, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), Cet 4, hal 2.
[10] Ahmad Rohan dan Abu Ahmad, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 1995), hal 10
[11] Al Qur’an dan Terjemahannya
[12] Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Kesarasian Al-Qu’an, (Jakarta : Lentera Hati, 2003), hal 197.
[13] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), hal 295.
[14] Ramayulis, Pengantar Psikologi Agama, ( Jakarta : Kalam Mulia, 2002),h.73
[15] Depatemen Pendidikan nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesi+a, ((Jakarta : Balai Pustaka, 2001), h.756.
[16] S. Nasution, Didelitik Asas dan Mengajar, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), h. 77.
[17] .Ibid, h.73
[18] Moh.Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h.28-29.
[19] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2002), h.23.
[20] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 1993), h. 106.
[21] Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 75.
[22] Al-Qu’an dan Terjemahannya
[23] Ngali Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2000), h. 78.
[24] Zakiyah Daradjat, dkk, Metode Khusus Pembelajaran Agama Islam, (Jakarata Buni Aksara, 1995), h. 142.
[25] Sudarsono, Kamus Fulsafat dan Psikologi, (Jakarta : Rineka Cipta, 1993), h. 161
[26] Ngalin Purwanto, Op.Cit,. h.65
[27] Akyas Azhari, Psikologi, ( Semarang ; Daina utama, 1996), h.75.
[28] Al Qur’an dan terjemahan
[29] Sudarsono, Loc.Cit
[30] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), h.125-134.
[31] Ahmad Al-Mustafa Al-Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, (Semarang : CV Toha Putra, 1992), h. 276-277.
[32] Syaiful Bahri Djamarah, OP-Cit, h.108-109.
[33] Moh.Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung : PT. Renaja Rosda Karya, 2003), cet 15
[35] Sardiman A.M, Intraksi dan Motivasi Balajar Magajar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996), hal
[36] Basyiruddin Usman, Strategi Belajar Mengajar dan media Pendidikan, (Jakarta : Quantum Press, 2002), h.2.
[37] A.Muri Yusuf, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, (Jakarta : Ghalia Indo, 1986), cet II, h.53.
[38] Ngalin Purwanto, Ilmu Pendidikan Teorotis dan Praktis, (Bandung : PT.Remaja Rosdakarya, 1994), h.126.
[39] Redaksi Sinar Rafika, Undang-undang Sitem Pendidikan Nasional 2003(UU’RI No.20 tahun 2003), (Jakarta : Sinar Grafika, 2003), h.5.
[40] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1993), cet 3, hal 39.

[41] Sardiman A.M, Loc-Cit, hal 123.
[42] Department Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1989), cet II, h.288.
[43] Ahmad dan Marimba, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1998), h.98.
[44] Ahmad Al-Mustafa Al-Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, Juz IV, (Semarang : Toha Putra, 2003), h.5.
[45] Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz IV, (Jakarta : PT.Pustaka Panjimas, 1983), h.31.
[46] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994), h.79.
[47] Zainal Abidin, Kepribadian Muslim, (Semarang : Aneka Ilmu, 1989), h.29
[48] Nur Uhbayati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Saetia, 1998),h.72.
[49] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Teoritis dan Praktis, (Jakarta: ciputat Press, 2002)
[50] Muhaimin,dkk, Strategi Belajar Mengajar, (Penerapan dalam Pendidikan Agama), (Surabaya : CV.Citra Media, 1996), h.54.
[51] Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), h.118.
[52] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), ha. 43-48.
[53] Mulyasa, Kurikulum Berbasis Konpetensi, (Konsep, Karakteristik, dan Implementasi), (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h. 114-115.
[54] Muzayyin Arifin, Op-Cit, h. 67
[55] Syaiful Bahri Djamarah, Op-Cit, h 153.
[56] http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2082372-dampak-motivasi-terhadap-belajar/
[57] Handani Nawawi, Penelitian Terapan, (Yogyakarta : Gajah Mada Universitas Press,1996), hal 23.
[58] Hadali, Metode Penelitian Kependidikan, (Padang : BAitul Hikmah Press, 2002), hal 73.
[59] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), hal 107.
[60] Husaimi Usman dan Purnomo Akbar, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta : Bumi Aksara,1996), hal 45.
[61] Hadali, Op-cit, hal 81.
[62] Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta : Raja Gafindo Persada, 2003),hal 40.
[63] Suheri, Guru Pendidikan Agama Islam, Wawancara, Sabtu, 17 September 2011.
[64] Auriati Jamil, Guru Agama,Wawancara, Rabu, 21 September 2011.
[65] Suheri, Guru Pendidikan Agama Islam,Wawancara, Senin, 19 September 2011.
[66] Auriati Jamil, Guru Pendidikan Agama Islam,Wawancara, Rabu, 21 September 2011.
[67] Suheri, Guru Pendidikan Agama Islam, Wawancara, Sabtu, 17 September 2011.
[68] Zamzami, Guru Pendidikan Islam, Wawancara, Kamis, 15 September 2011.
[69] Suheri,Guru Pendidikan Agama Islam, Wawancawa, Senin, 19 September 2011.
[70] Auriati Jamil, Guru Pendidikan Agama Islam, Wawancara, Rabu, 21 September 2011.
[71] Suheri, Guru Pendidikan Agama Islam, Wawancara, Rabu, 21 September 2011.
[72] Auriati Jamil, Guru Pendidikan Agama Islam, Wawancara, rabu, 21 September 2011.
[73] Suheri, guru pendidikan agama Islam, Wawancara, Kamis, 15 September 2011.
[74] Auriati Jamil, Guru Pendidikan Agama Islam, Wawancara, Sabtu, 17 September 2011.
[75] Zamzami, Guru Pendidikan Agama Islam, Wawancara, 15 September 2011.
[76] Suheri, Guru Pendidikan Agama Islam, Wawancara, Senin, 19 September 2011. 
[77] Auriati Jamil, Guru Pendidikan Agama Islam, Wawancara, Rabu, 21 September 2011.
[78] Suheri, Guru Pendidikan Agama Islam,  Wawancara, Senin, 19 September 2011.
[79] Zamzami, Guru Pendidikan Agama Islam, Wawancara, Sabtu, 17 September 2011.
[80] Herawati, Guru Pendidikan Agama Islam, Wawancara, Sabtu,  17 September 2011.
[81] Suheri, Guru Pendidikan Agama Islam, Wawancara, Seinin, 19 September 2011.
[82] Auriati Jamil, Guru Pendidikan Agama Islam, Wawancara, Rabu, 21 September 2011.
[83] Zamzami, Guru Pendidikn Agama Islam, Wawancara, Sabtu, 17 September 2011.
[84] Auriati Jamil, Guru Pendidikan Agama Islam,Wawancara,Rabu, 21 September 2011.
[85] Suheri, Guru Pendidikan Agama Islam,Wawancara, Senin, 19 September 2011.
[86] Zamzami, Guru Pendidikan Agama Islam,Wawancara, 17 September 2011.
[87] Zamzami, Guru Pendidikan Agma Islam, Wawancara, Sabtu, 17 September 2011.
[88] Auriati Jamil, Guru Pendidikan Agama Islam, Wawancara, Rabu, 21 Seotember 2011.
[89] Suheri, Guru Pendidikan Agama Islam, Wawancara, 15 September 2011.

FILE Mas Amin

Entri Populer